SUMENEP, Suarademokrasi – Berawal dengan adanya sebuah video yang memperlihatkan kemarahan Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi Demokrat, Anita Jacoba Gah, yang mengungkit penggunaan dana PIP dan BOS kepada Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim, telah menjadi viral di platform TikTok.
Saya teringat beberapa murid di SMA sederajat tidak menjadi penerima PIP, justru dipungut biaya persiswa dengan alasan untuk menunjang proses pendidikan di setiap sekolah SMA sederajat di wilayah Kabupaten Sumenep. Maka dari itu BPK dan KPK diminta untuk turun ke Sumenep melakukan audit atau pemeriksaan dalam penggunaan dana tersebut, kepada setiap orang tua murid.
Terbukti, anak sekolah dari SMP sampai SMK di Sumenep tidak menjadi penerima PIP, dia tanpa rasa lelah sepulang sekolah bekerja pada orang berjualan minuman untuk menambah kebutuhan biaya hidupnya, demi menuntaskan sekolahnya, karena lepas perhatian dari pemerintah. Sedangkan pihak sekolah, Dinas Pendidikan, Dinas Sosial yang ada di Kabupaten Sumenep, mengatakan bahwa yang menentukan penerima adalah sistem di pusat.
Baca Juga: Dimana Supremasi Hukum? Laporan Dugaan Pemotongan BLT DD Sangat Lelet
Sedangkan video yang lagi viral diambil saat rapat kerja dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) di Jakarta, beberapa hari yang lalu. Anita mengusulkan kepada pimpinan Komisi X DPR untuk memberikan rekomendasi kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar melakukan pemeriksaan terhadap Kemendikbud.
Dia menduga adanya tindak pidana korupsi yang melibatkan program-program seperti Program Indonesia Pintar (PIP), Kartu Indonesia Pintar (KIP), dan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
“Saya memberikan rekomendasi kepada KPK, periksa di Kemendikbud, karena ini banyak persoalan, PIP, KIP, Dana BOS, banyak, hancur ini,” tegas Anita dalam rapat.
Anita meminta agar anggaran Kemendikbud untuk tahun 2021-2023 diperiksa dengan ketat. Dia juga mengusulkan agar tidak ada penambahan anggaran untuk kementerian tersebut jika dugaan korupsi terbukti.
“Tolong, saya minta, Pak Pimpinan, kita berikan rekomendasi kepada KPK, periksa. Dari 2021, 2022, 2023. Nggak usah tambah anggaran kalau banyak korupsi. Uang negara habis bukan untuk rakyat. Saya marah, untuk kesekian kalinya, karena ini kenyataannya di lapangan,” pungkas Anita.
Dalam video tersebut, Anita juga mengecam cara Kemendikbud dalam menilai dan mengidentifikasi masalah di lapangan yang hanya bergantung pada laporan dari dinas pendidikan. Ia menegaskan perlunya turun langsung ke masyarakat untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas dan nyata tentang penerima manfaat program-program tersebut.
“Ayo kita turun ke masyarakat dulu, biar kita tau siapa yang goblok dan siapa yang mencintai negeri ini sebenarnya. Wakil rakyat kah atau mereka? Jangan begitu dong, bikin proses jangan memalukan. Anda membuat persepsi tidak berpikir. Masak kita identifikasi oleh Dinas? Iya kalau kepala dinasnya bersih, gimana kalau kepala dinasnya justru yang mencuri anggaran PIP? Saya juga mau tanya sekarang dan dijawab! Apa Anda pikir semua kepala dinas itu bersih? Oh tidak!” tantang Anita.
Ia menegaskan bahwa hanya dengan turun langsung dan bertanya kepada para penerima PIP dan orang tua mereka, pemerintah bisa mendapatkan jawaban yang jujur dan akurat tentang implementasi program tersebut.
Video tersebut menarik perhatian banyak pihak dan memicu diskusi luas mengenai transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran pendidikan di Indonesia.
Oleh karena itu, meminta pihak BPK dan KPK turun ke Sumenep, karena banyak murid sekolah tidak mendapatkan manfaat dari PIP. Mereka terpaksa bekerja keras selepas sekolah untuk mencukupi kebutuhan hidup karena tidak ada perhatian dari pemerintah. Berbagai program Bansos terkesan diberikan kepada orang-orang terdekat pihak penguasa.
Selain itu, banyak laporan masyarakat kepada APH dan pejabat publik terkait tidak diproses hukum.