Plat Mati: Mobil Tangki PDAM Sumenep Tetap Beroperasi, Diduga Langgar Aturan

Plat Mati: Mobil Tangki PDAM Sumenep Tetap Beroperasi, Diduga Langgar Aturan
Foto: Mobil Tangki PDAM Sumenep dengan Plat Mati Bebas Beroperasi.

SUMENEP, Suarademokrasi – Sebuah mobil tangki milik PDAM Sumenep terekam kamera warga saat melintas di kawasan jalan raya Pabean, Kota Sumenep, dengan pelat nomor B 4926 FQ yang tercatat mati sejak Oktober 2024. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar dari masyarakat terkait keadilan penerapan hukum, terutama di tengah tekanan pemerintah terhadap rakyat agar membayar pajak kendaraan bermotor tepat waktu.

Dalam rekaman video yang kirim kepada redaksi, pelat merah yang menunjukkan status kendaraan dinas tampak tidak berlaku lagi. Kondisi ini menuai kritik tajam, mengingat wacana pemerintah pusat di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto yang tengah menggencarkan isu kebijakan penyitaan kendaraan bermotor bagi masyarakat yang menunggak pajak.

Ketika dikonfirmasi media ini pada Jumat (11/4/2025), Direktur Utama PDAM Sumenep, Febmi Noerdiansyah, memberikan klarifikasi singkat melalui pesan WhatsApp.
“Waalaikumsalam.. sudah kami ajukan perpanjangannya ke kementerian (karena milik pusat), namun masih proses hingga saat ini,” tulis Febmi.

Baca Juga: Dialektika Kekuasaan: Ujian Kepemimpinan Prabowo-Gibran dalam Arus Kritik Publik

Namun, saat ditanya mengapa kendaraan tetap dioperasikan di jalan raya dalam kondisi plat mati, ia menambahkan, “Ya kami paksakan karena kebutuhan pelanggan.” tambahnya.

Sikap PDAM ini dinilai mencerminkan lemahnya penegakan hukum terhadap institusi negara sendiri, di saat rakyat kecil terus ditekan untuk taat membayar pajak tepat waktu. Sejumlah warga menilai hal ini sebagai bentuk ketimpangan hukum, di mana aparat dan lembaga pemerintah seolah mendapat pengecualian dari regulasi yang mengikat masyarakat umum. Bila kendaraan masyarakat yang mati, pasti mata elang petugas tidak akan melepas mangsanya.

Padahal berdasarkan Pasal 288 ayat (1) Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU No. 22 Tahun 2009), setiap kendaraan yang tidak memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan, termasuk kelengkapan STNK dan pelat aktif, dilarang beroperasi di jalan umum. Pelanggaran terhadap pasal ini dapat dikenai sanksi pidana kurungan atau denda.

Lebih jauh, dalam perspektif akademik hukum, Guru Besar Hukum Tata Negara, Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, dalam berbagai kesempatan menegaskan bahwa negara harus memberi teladan dalam ketaatan hukum. Ketika negara atau lembaganya melanggar hukum, maka krisis kepercayaan publik tak terhindarkan. “Hukum itu berlaku universal, tidak bisa tebang pilih,” tegasnya.

Di sisi lain, isu kebijakan pemerintah yang digembar-gemborkan seperti razia plat mati dan ancaman penyitaan kendaraan pribadi justru berbanding terbalik dengan lambannya upaya pemberantasan korupsi dan pembahasan RUU Perampasan Aset, yang hingga kini belum mendapatkan perhatian serius di DPR.

Masyarakat pun mengungkapkan rasa kecewa terhadap wakil rakyat yang dianggap lebih mengurusi kepentingan politik dan pribadi dibanding memperjuangkan aspirasi rakyat. “Banyak rakyat Indonesia yang belum sadar, bahwa hal ini bentuk penjajahan gaya baru terhadap rakyat Indonesia, yang dilakukan oleh bangsa sendiri,” sentilan warga.

Kejadian ini menjadi cermin betapa pentingnya penegakan hukum yang adil dan tanpa pandang bulu. Ketika institusi negara sendiri tidak patuh terhadap hukum yang dibuatnya, maka wibawa hukum dipertaruhkan. Masyarakat menyerukan agar semua pihak, tanpa kecuali, tunduk pada aturan, dan meminta aparat penegak hukum bertindak tegas terhadap pelanggaran, termasuk yang dilakukan oleh lembaga milik pemerintah sendiri.

Regulasi Terkait:

  • UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Pasal 288 (1)
  • UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
  • Pasal 27 Ayat (1) UUD 1945: “Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.”
Exit mobile version