Berita  

Pembiaran Galian C Ilegal Sebabkan Banjir: Tanggung Jawab APH Dipertanyakan

Pembiaran Galian C Ilegal Sebabkan Banjir: Tanggung Jawab APH Dipertanyakan
Foto: Evaluasi Warga Korban Banjir
banner 120x600

Penulis: [Erfandi Wartawan Madya]
Tanggal: 23 Mei 2025

SUMENEP, MADURA — Terjadinya banjir telah merugikan banyak orang di Sumenep, hal itu disebabkan aktivitas penambangan galian C ilegal yang dibiarkan tanpa penindakan tegas oleh aparat penegak hukum semakin memicu kerusakan lingkungan penghijauan atau hutan dan kawasan perbukitan. Salah satu dampak yang paling nyata dari pembiaran ini adalah meningkatnya frekuensi banjir bandang akibat rusaknya daya dukung lingkungan.

Berdasarkan pemberitaan di media online, ada sekitar 220 kegiatan galian C ilegal di Sumenep, diantaranya daratan 214 dan kepulauan 6 lokasi. Kalau setiap wilayah melakukan galian C Ilegal, dipastikan merusak lingkungan dan mengurangi penyerapan air, sehingga banjir pasti terjadi seperti di Sumenep.

Maraknya aktivis galian C ilegal di Sumenep, diduga ada pembiaran yang melibatkan oknum APH dan pejabat pemerintah yang terlibat dalam bisnis tambang ilegal ini, sehingga membuat penindakannya menjadi sulit. Berdasarkan informasi yang dihimpun media, banyak oknum yang menyalahkan wewenangnya untuk kepentingan pribadinya.

TikTok: https://vt.tiktok.com/ZShVnKgAs/

Penambangan galian C, seharusnya diatur ketat dalam kerangka hukum yang meliputi perizinan, analisis dampak lingkungan (AMDAL), serta pengawasan. Namun kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa banyak kegiatan galian C di Sumenep berlangsung secara ilegal, tanpa mengantongi izin resmi.

Baca Juga: Teguran Allah: Sumenep Dilanda Banjir, TNI Polri Turun Memberi Pertolongan

Adanya kegiatan penambangan liar menyebabkan hilangnya vegetasi penahan air, sedimentasi sungai, serta berubahnya alur air yang menyebabkan banjir pada musim hujan di beberapa wilayah, seperti yang terjadi kemarin di Sumenep hingga melanda pemukiman penduduk, merusak sawah, serta mengganggu akses jalan umum.

Pemikiran secara akademis  aktivitas galian C ilegal tanpa reklamasi menyebabkan degradasi tanah yang parah. Ketika aktivitas ini dibiarkan, tidak hanya ekosistem yang hancur, tapi juga keselamatan warga akan terancam. Permasalahan utama ini terletak pada lemahnya penindakan dari pihak berwenang, baik di tingkat kepolisian, kejaksaan, maupun pemerintah daerah.

Baca Juga :  Luar Biasa Aksi Sosial Kapolres Sumenep

Sedangkan dalam regulasi hukum, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba). Lebih lanjut, aturan ini diimplementasikan dalam Peraturan Pemerintah (PP) yang lebih spesifik, seperti PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.

Maka dari itu, Pemerintah daerah juga melakukan pengawasan terhadap kegiatan penambangan batuan, baik secara administratif maupun teknis, termasuk tata cara penambangan, keselamatan kerja, dan pengelolaan lingkungan.  Penting untuk memperhatikan aspek lingkungan dalam penambangan tanah urug, termasuk mitigasi dampak lingkungan dan reklamasi lahan pasca penambangan. 

Namun, kenyataan menunjukkan bahwa penegakan hukum sering kali bersifat diskriminatif, bahkan sarat praktik pembiaran dan kompromi dengan pelaku usaha tambang ilegal.

Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH), penegak hukum yang tidak menjalankan kewajiban penegakan hukum lingkungan dapat dikategorikan melakukan perbuatan melawan hukum. Pasal 69 ayat (1) huruf a UU PPLH melarang setiap orang melakukan perusakan lingkungan, dan Pasal 94 mewajibkan pengawasan serta penegakan oleh pemerintah dan aparat penegak hukum.

Pemerintah daerah dan aparat penegak hukum memiliki tanggung jawab untuk mencegah pembiaran ini. Komitmen penegakan hukum harus sejalan dengan prinsip strict liability dalam hukum lingkungan, di mana pelaku dan pembiaran turut dapat dimintai pertanggungjawaban pidana dan administratif.

Jika praktik pembiaran terhadap galian C ilegal terus berlanjut, maka aparat penegak hukum sendiri dapat dimintai pertanggungjawaban secara etik, administratif, bahkan pidana karena dianggap lalai menjalankan amanat hukum dan perlindungan terhadap hak masyarakat untuk hidup dalam lingkungan yang sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 28H ayat (1) UUD 1945.

Sudah saatnya negara hadir secara nyata dalam melindungi lingkungan dan masyarakat dari dampak aktivitas ilegal. Penegakan hukum harus dilakukan tanpa kompromi, dan aparat yang terbukti melakukan pembiaran harus turut dimintai pertanggungjawaban. Galian C ilegal bukan hanya kejahatan terhadap sumber daya alam, tetapi juga ancaman nyata terhadap keselamatan rakyat.