Pers Diduga Dijadikan Perlindungan Oknum Perangkat Desa

Pers Diduga Dijadikan Perlindungan Oknum Perangkat Desa
Foto: Ilustrasi Pers diduga dijadikan perlindungan oknum perangkat desa pelaksana proyek P3-TGAI tahun anggaran 2024.
banner 120x600

SUMENEP, Suarademlokrasi – Dunia pers di Kabupaten Sumenep kembali tercoreng dengan adanya temuan oknum perangkat desa yang diduga menggunakan identitas pers sebagai tameng kepentingan pribadi. Oknum perangkat desa tersebut kedapatan memasang Kartu Tanda Anggota (KTA) Pers dengan jabatan Kaperwil Jawa Timur pada foto profil aplikasi WhatsApp pribadinya.

Peristiwa itu terungkap saat tim redaksi Suarademokrasi melakukan investigasi terkait proyek Program Percepatan Peningkatan Tata Guna Air Irigasi (P3-TGAI) tahun anggaran 2024 yang diduga bermasalah. Berdasarkan pantauan di lapangan, pasangan batu pada proyek tersebut terlihat banyak celah, tidak disertai campuran semen memadai (asal jadi), sehingga menimbulkan dugaan adanya penyimpangan penggunaan anggaran.

Di kabupaten Sumenep kasus dugaan korupsi anggaran proyek BSPS dan P3-TGAI tahun anggaran 2024 sempat viral menjadi sorotan publik hingga menjadi perhatian kementrian, tapi berjalannya waktu kasus tersebut tidak ada endingnya dan sudah mulai hilang di mata publik yang terkesan selesai tanpa ada cerita bersambung lagi.

Baca Juga: Dewan Pers Tegaskan Kebebasan Pers, Laporan Wartawan di SP3 Menjadi Ancaman

Hal itu menjadi perhatian publik, sehingga redaksi berupaya untuk memulai melakukan investigasi untuk menguak informasi tersebut. Ketika hendak melakukan konfirmasi ke kantor desa, kepala desa tidak berada di tempat. Redaksi kemudian meminta nomor telepon perangkat desa yang membidangi pembangunan. Namun, saat nomor tersebut disimpan, tampak jelas foto profil WhatsApp oknum perangkat desa bersangkutan menggunakan identitas pers.

Upaya konfirmasi melalui pesan dan panggilan telepon awalnya diabaikan. Setelah beberapa jam, redaksi mengirimkan pesan suara terkait rencana pengiriman surat resmi. Tidak lama kemudian, oknum perangkat desa tersebut menghubungi redaksi dengan nada komunikasi yang terkesan defensif.

Dalam percakapan telepon, oknum itu menyatakan: “Saya sakit, mau ditindaklanjuti gimana maksudnya, saya ini siapa dulu. Jangan cari masalah. Saya tidak pernah mencari masalah orang, cari masalah yang lain saja.” Ucapan tersebut menimbulkan tanda tanya besar tentang profesionalitas sekaligus dugaan penyalahgunaan identitas pers untuk menghindari sorotan media.

Baca Juga :  Indahnya Berbagi, PJI Sumenep Kembali Menyantuni Anak Yatim Dan Dhuafa

Secara prinsip, pers memiliki kedudukan strategis sebagai pilar keempat demokrasi. Kehadiran wartawan bertujuan menjalankan fungsi kontrol sosial, memberikan informasi yang benar, serta menjaga akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan. Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, khususnya Pasal 3 ayat (1) yang menegaskan bahwa pers berfungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial.

Dalam konteks ini, penggunaan KTA pers oleh perangkat desa jelas berpotensi menimbulkan konflik kepentingan. Sebab, perangkat desa adalah pejabat publik yang tunduk pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Pasal 51 huruf g UU Desa dengan tegas melarang perangkat desa merangkap jabatan yang dapat menimbulkan konflik kepentingan dengan tugas pelayanan masyarakat.

Pertanyaannya, bagaimana mungkin seorang perangkat desa dapat menjalankan fungsi jurnalistik yang seharusnya independen dan mengawasi jalannya pemerintahan, sementara dirinya terikat jam kerja dan tugas administratif sebagai pelayan publik?

Sehingga muncullah dugaan bahwa identitas pers hanya dijadikan “tameng” demi kepentingan pribadi semakin menguat. Dengan KTA pers di tangan, oknum perangkat desa berpotensi menggunakan status tersebut untuk menghindari kontrol media lain, sekaligus melemahkan fungsi pers sebagai lembaga independen.

Jika praktik ini dibiarkan, maka dunia pers berisiko tereduksi menjadi alat kepentingan segelintir pihak. Oleh karena itu, penting bagi Dewan Pers untuk melakukan evaluasi serius terhadap media yang mengeluarkan KTA bagi pihak yang berstatus perangkat desa, selain itu ada juga anggota partai politik yang menjadi wartawan, maupun oknum pejabat pemerintah pun.

Regulasi Hukum yang Berlaku:

  • UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa melarang perangkat desa merangkap jabatan yang dapat mengganggu tugas pokoknya.
  • UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers menjamin kebebasan pers namun menekankan independensi wartawan dalam menjalankan tugas jurnalistik.
  • Kode Etik Jurnalistik (KEJ) Dewan Pers menegaskan wartawan wajib menjaga independensi dan bebas dari konflik kepentingan.
Baca Juga :  Peringati HUT Bhayangkara Ke-77, Polres Sumenep Gelar Parade Ranmor Dinas

Dengan demikian, rangkap profesi perangkat desa sebagai wartawan bertentangan dengan prinsip etika jurnalistik dan berpotensi melanggar aturan terkait konflik kepentingan jabatan publik.

Pers seharusnya menjadi sarana menjaga integritas demokrasi dan menegakkan transparansi penyelenggaraan pemerintahan. Ketika identitas pers dijadikan tameng oleh oknum perangkat desa, kepercayaan publik terhadap media bisa tergerus. Untuk itu, penegakan regulasi dan evaluasi Dewan Pers menjadi langkah mendesak agar profesi wartawan tetap berada di jalur independensi dan profesionalisme, bukan dijadikan alat perlindungan pribadi.