SUMENEP, Suarademokrasi – Tumpukan sampah kembali mencemari lingkungan di Sumenep. Kali ini, tumpukan sampah yang menimbulkan bau busuk dan amis terlihat dibiarkan berserakan di pinggir Jalan Raya Nasional, tepat di depan Cafe & Resto Ananda. Sampah yang berserakan bahkan menumpuk di saluran irigasi persawahan, Selasa 11 Februari 2025.
Adanya tumpukan sampah yang terkesan dibiarkan oleh pihak pemerintah, menimbulkan ketidaknyamanan bagi masyarakat yang melintas dan beraktivitas di area tersebut. Hal itu akan membawa dampak buruk terhadap kesehatan masyarakat Sumenep.
Kondisi ini bukan kali pertama terjadi. Sampah yang menumpuk di berbagai titik di Sumenep telah berulang kali disorot media, namun hingga kini belum ada tindakan konkret dari pihak terkait, terutama Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Sumenep yang dipimpin oleh Arif Susanto dan pihak pemerintah desa.
Baca Juga: Pemerintah Diam, Tumpukan Sampah Menimbulkan Keresahan Masyarakat
Adanya tumpukan sampah yang dibiarkan begitu akan menjadi ancaman bagi kesehatan masyarakat. Ironisnya, permasalahan sampah ini terjadi saat warga Sumenep tengah menghadapi lonjakan kasus Demam Berdarah Dengue (DBD).
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan P2KB Sumenep, sepanjang tahun 2024 sudah tercatat 1.323 kasus DBD dengan 10 orang meninggal dunia. Pemerintah memang tengah berupaya melakukan pencegahan penularan virus tersebut, namun di sisi lain, tumpukan sampah yang berpotensi menjadi sarang nyamuk justru dibiarkan menumpuk dibeberapa tempat.
Hal itu terjadi karena kurangnya kepedulian pemerintah untuk mengelola sampah masyarakat, dan kurangnya penyediaan fasilitas tempat pembuangan sampah yang memadai juga menjadi faktor penyebab masyarakat membuang sampah sembarangan.
Adanya TPS yang di Desa Kalimook seharusnya dimanfaatkan secara maksimal malah tidak dikelola dengan baik. Pengangkutan sampah pun hanya dilakukan bagi warga yang bersedia membayar, sehingga banyak warga yang memilih membuang sampahnya di tempat terbuka.
Meski permasalahan sampah ini sudah menjadi sorotan sejak lama, respons dari pejabat yang bertanggung jawab terkesan diam. Berbagai upaya media dan masyarakat untuk berdialog dengan DLH Sumenep sejak 2023 tidak membuahkan hasil yang nyata. Bahkan, ketika dikonfirmasi, para pejabat yang seharusnya bertanggung jawab justru saling melempar tugas dan alasan.
Buruknya lagi, pihak Inspektorat Kabupaten Sumenep yang memiliki kewenangan untuk mengawasi kinerja para pejabat, malah mengeluhkan keterbatasan tenaga kerja, saat pihak media mengadukan kinerja pejabat DLH dan pemerintahan desa yang tidak peduli dengan adanya sampah, Selasa 11 Februari 2025.
Sikap abai ini menimbulkan kekecewaan bagi pelaku media dan masyarakat. Padahal, para pejabat ini digaji dari uang rakyat dan telah bersumpah untuk melayani masyarakat. Namun, dalam praktiknya, banyak para pejabat pemerintah dinilai hanya menikmati gaji dan fasilitas yang dibeli dari uang rakyat tanpa menunjukkan kinerja yang memadai.
Dalam perspektif akademis kami, pejabat publik yang digaji dari uang rakyat seharusnya memiliki tanggung jawab moral dan hukum untuk melayani masyarakat. Berdasarkan teori administrasi publik, ada prinsip utama yang harus dipegang oleh setiap pejabat pemerintahan, yaitu akuntabilitas, transparansi, responsivitas, efektivitas, dan efisiensi.
- Akuntabilitas: Pejabat harus bertanggung jawab atas kebijakan dan tindakan mereka. Dalam kasus ini, DLH Sumenep dan instansi terkait wajib memberikan solusi nyata, bukan sekadar janji atau alasan.
- Transparansi: Pemerintah harus terbuka terkait anggaran dan kebijakan pengelolaan sampah agar masyarakat mengetahui bagaimana pajak mereka digunakan.
- Responsivitas: Pejabat harus sigap menanggapi keluhan masyarakat. Jika sampah menjadi masalah berulang, berarti ada kegagalan dalam respons cepat terhadap situasi.
- Efektivitas dan efisiensi: Pemerintah harus mencari solusi yang tepat guna dan cepat dalam menangani masalah sampah, seperti menyediakan fasilitas dan pengelolaan TPS yang lebih baik dan optimalisasi tenaga kerja.
Jika pejabat publik mengabaikan tanggung jawabnya, maka mereka tidak hanya melanggar etika birokrasi, tetapi juga dapat dianggap lalai dalam menjalankan tugas negara. Dalam konteks hukum administrasi, kelalaian semacam ini bisa dikategorikan sebagai maladministrasi, yang berpotensi menyebabkan penurunan kepercayaan publik terhadap pemerintahan.
Kesimpulan dari pemberitaan ini, Permasalahan sampah di Sumenep mencerminkan kurangnya perhatian dari pemerintah, terutama pihak DLH Sumenep. Situasi ini semakin diperparah dengan sikap pejabat yang terkesan tidak bertanggung jawab dan tidak memiliki kepedulian terhadap keresahan masyarakat.
Jika tidak segera ditangani, dampak dari tumpukan sampah ini tidak hanya mengganggu kenyamanan, tetapi juga memperburuk masalah kesehatan masyarakat. Pemerintah harus segera bertindak dengan memperbaiki sistem pengelolaan sampah, meningkatkan fasilitas TPS, serta memastikan bahwa semua pejabat yang terkait benar-benar bekerja untuk kepentingan rakyat, bukan hanya sekadar menikmati fasilitas negara yang dibeli dari uang rakyat.