SUMENEP, Suarademokrasi – Penyalahgunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi terus dibiarkan marak di Kabupaten Sumenep. Fakta di lapangan menunjukkan, sedikitnya 40 ton solar bersubsidi perbulan dibiarkan bebas diangkut oleh kades Tanjung Keok hanya menggunakan rekomendasi nelayan yang diterbitkan oleh UPT Dinas Perikanan dan Kelautan Pasongsongan.
Padahal, pemerintah pusat melalui Pertamina telah menunjuk 2 lembaga penyalur resmi BBM di kepulauan Sapeken, serta memberi mandat dan wewenang kepada aparat penegak hukum di darat dan laut untuk menjaga keamanan dan ketertiban. Namun, kenyataannya para mafia BBM di Sumenep tetap leluasa bebas beroperasi.
Modus yang digunakan cukup sistematis. Rekom pembelian solar bersubsidi untuk nelayan dikeluarkan tanpa verifikasi kepada pemilik yang tercantum. Rekom yang diajukan oleh mafia digunakan untuk membeli BBM bersubsidi dalam jumlah besar di setiap SPBU yang ada, fakta yang ditemukan redaksi, SPBU Kalianget maupun SPBN Gersik Putih kerap menjual solar bersubsidi pada jerigen dengan jumlah besar, sedangkan para mafia BBM tidak memiliki ijin usaha sebagai penyalur BBM dari Pertamina maupun BPH Migas.
Baca Juga: 20 Ton Solar Subsidi di TUKS Kalianget Yang Dilaporkan Media Dilepas
Seorang sumber yang juga pernah berkecimpung dalam bisnis BBM ilegal itu menyebut, pihaknya secara rutin diduga menyetor “upeti” kepada oknum kepolisian. Disebutkan, setiap bulan menyetor Rp 10 juta, sedangkan untuk oknum sabandar sekitar Rp 1,5 juta untuk ijin berlayar.
Kondisi itu dibuktikan atas lemahnya penegakan hukum, seperti Satpolairud Kalianget dan Polres Sumenep. Sedangkan SPBU Kalianget dengan leluasa menjual solar bersubsidi pada jerigen untuk 4 tengkulak yang memegang Rekom nelayan. Setiap redaksi melaporkan, pihak kepolisian menyatakan ada rekomnya.
Sedangkan Kepala KSOP Kalianget mengatakan, bahwa selama belum ada putusan pengadilan yang menyatakan pengangkutan BBM itu bermasalah, pihaknya tidak ada alasan untuk tidak memberikan surat izin berlayar, dengan alasan kepentingan masyarakat, saat dikonfirmasi redaksi ditempat kerjanya, Kamis (2/10/2025).
Sementara, Kepala UPT Dinas Perikanan dan Kelautan Pasongsongan, Choirul Huda, menegaskan bahwa pihaknya mengeluarkan rekome berdasarkan kelengkapan administrasi pas kapal yang diajukan oleh para mafia BBM. Pihaknya malah melempar tanggung jawab dalam pengawasan penyaluran BBM kepada KSOP, karena yang mengeluarkan pas kapal adalah KSOP.
Semua pihak terlihat saling lempar tanggungjawab, bukan mengevaluasi untuk menertibkan pengeluaran rekom yang dimanfaatkan mafia.
Praktik ilegal ini berdampak serius. di SPBU Kalianget kerap mengalami kelangkaan solar bagi pengendara, sedangkan solar dijual secara besar-besaran kepada jerigen. Akibatnya, masyarakat umum dan pengendara kesulitan mendapatkan solar.
Pantauan media Kamis 2 Oktober 2025, kapal kayu KM. Tanjung Bahari milik Kades Tanjung Keok kembali terlihat sudah bersandar di TUKS Kalianget, untuk melakukan aktivitasnya seperti semula, menimbun solar pada drum di atas kapal sebelum dikirim keluar.
Sedangkan fakta menunjukkan, pada kasus sebelumnya modus yang sama surat rekom nelayan yang digunakan pelaku untuk membeli solar bersubsidi dibeberapa SPBU untuk disalurkan pada industri/perusahaan dan diperjuangkan kepada kapal niaga dengan harga yang lebih tinggi dari harga HET.
Meskipun penyalahgunaan BBM Bersubsidi, jelas bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, tidak membuat efek jerah kepada pelaku dan para pihak yang ikut terlibat.
UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, Pasal 53 huruf b menegaskan: “Setiap orang yang menyalahgunakan pengangkutan dan/atau niaga BBM bersubsidi dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan denda paling tinggi Rp 60 miliar.” Artinya, mafia BBM, oknum aparat, maupun pejabat yang ikut serta terlibat dapat dijerat pidana.
Perpres No. 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran BBM. Pasal 20 menyebut bahwa BBM bersubsidi hanya boleh digunakan oleh konsumen yang berhak, seperti nelayan kecil dengan kapal tertentu. Penggunaan rekomendasi nelayan untuk bisnis jelas merupakan penyalahgunaan peruntukan.
KUHP (Pasal 55 & 56) Aparat dan pejabat yang turut serta atau membiarkan praktik ini dapat dikenakan pidana sebagai pihak yang turut serta melakukan atau membantu melakukan kejahatan.
Peran Kepolisian (UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara RI), Pasal 13 menegaskan tugas pokok kepolisian adalah memelihara keamanan dan ketertiban, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan. Dengan adanya laporan media dan temuan di lapangan, pembiaran yang dilakukan aparat justru bertentangan dengan kewajibannya.
Tanggung Jawab KSOP (UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran) KSOP wajib menjamin keselamatan pelayaran, termasuk barang berbahaya. Mengeluarkan izin berlayar untuk kapal yang mengangkut solar bersubsidi tanpa izin usaha resmi dapat dinilai sebagai bentuk kelalaian administratif yang merugikan negara.
Fenomena 20 ton solar bersubsidi yang bebas diangkut keluar wilayah menunjukkan adanya mata rantai mafia BBM yang diduga melibatkan berbagai pihak: mulai dari oknum pejabat, aparat, hingga oknum kepala desa. aktivitas seperti itu bukan hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga menyengsarakan masyarakat kecil yang seharusnya menikmati subsidi.
Jika penegakan hukum tidak segera dilakukan evaluasi, maka praktik ini akan terus berulang dan semakin memperkuat sindikat mafia BBM di daerah Sumenep. Kejaksaan, Kepolisian, BPH Migas, hingga KPK semestinya tidak tinggal diam, mengingat kerugian negara dari praktik seperti ini bisa mencapai ratusan hingga ribuan triliun.