Berita  

Ilmu, Kekuasaan, dan Hakikat Manusia Titipan Allah

Ilmu, Kekuasaan, dan Hakikat Manusia Titipan Allah
Foto: Erfandi Pimpinan Redaksi Media saat wisuda yang digelar oleh Universitas Wiraraja Sumenep, di gedung graha Adi Poday Sumenep, 29 Oktober 2025.
banner 120x600

SUMENEP, Suarademokrasi – Kesuksesan merupakan cita-cita universal. Setiap manusia menginginkan keberhasilan dalam hidup, namun sejarah tidak pernah mencatat adanya kesuksesan yang datang tanpa proses, perjuangan, dan kedisiplinan. Kesuksesan ibarat pohon rindang: ia hanya dapat tumbuh dari benih kesungguhan, disiram oleh pengalaman, dan dipupuk oleh ilmu. Di balik pencapaian, selalu ada proses panjang yang membentuk karakter dan jati diri manusia.

Dalam kehidupan sosial maupun spiritual, ilmu pengetahuan menjadi pilar utama. Menuntut ilmu bukan sebatas perintah agama, melainkan kebutuhan hidup. Dengan ilmu, manusia dapat menata masa depan. Dengan ilmu, manusia menjadi pribadi beriman dan bertakwa sehingga hadir sebagai manfaat bagi diri sendiri, keluarga, serta masyarakat. Ilmu bukan hanya cahaya bagi akal, tetapi juga penuntun bagi hati. Dalam banyak pesan hikmah disebutkan, “Ilmu adalah pemimpin, harta adalah pengikut. Ketika ilmu hilang, harta tidak lagi punya arah.”

Pengetahuan yang dimiliki seseorang mencerminkan tanggung jawab moral yang melekat dalam dirinya. Semakin tinggi ilmunya, semakin besar pula kewajiban menjaga perilaku, sikap, serta kejujuran. Sebab, ilmu tanpa akhlak hanya melahirkan kesombongan, sementara ilmu yang dibarengi moral melahirkan kebaikan. Di tengah arus globalisasi, teknologi, dan perubahan zaman, ilmu menjadi benteng yang melindungi manusia dari kehancuran moral.

Baca Juga: Sarjana Hukum dan Amanah Keadilan di Tengah Krisis Integritas

Namun perjalanan hidup tidak pernah terlepas dari ujian dan rintangan. Tiga godaan besar kerap menguji keteguhan manusia: kekuasaan, tahta, dan wanita. Dalam banyak kisah, ketiganya telah menjatuhkan tokoh besar, meruntuhkan kehormatan, dan menghancurkan akal sehat. Ketika kekuasaan dijadikan alat untuk menindas, tahta menjadi ladang kesombongan, dan wanita dijadikan alasan menghalalkan segala cara, maka yang tersisa hanyalah kehancuran martabat. Itulah sebabnya pesan bijak terdahulu menyebut, “Barang siapa menguasai dunia tanpa iman dan ilmu, maka dunia akan menguasainya.”

Sebagai manusia kita harus memahami bahwa segala sesuatu yang dimiliki, harta, jabatan, kecerdasan, hingga nyawa, semua itu hanyalah titipan dari Allah SWT. Tidak ada alasan kita untuk menyombongkan diri. “Ketika kita lahir, tangan kita menggenggam tetapi tidak memiliki apa-apa. Dan ketika kita meninggal, tangan kita terbuka, tetap tidak membawa apa-apa.” Ungkapan ini mengingatkan bahwa kehidupan hanyalah perjalanan singkat, sedangkan ilmu dan amal adalah bekal sejati.

Baca Juga :  Sidang Gugatan Media Vs Polres Sumenep: Majelis Hakim Tegur Keras Tergugat

Menuntut ilmu dianjurkan sepanjang hayat, tanpa batas usia dan tanpa sekat ruang. Bahkan, pesan ulama terdahulu menyebut, “Tuntutlah ilmu hingga ke negeri Cina,” sebagai simbol bahwa menimba ilmu adalah kewajiban yang menuntut usaha tanpa menyerah. Ilmu tidak pernah merugikan pemiliknya, dan tidak pernah membuat manusia miskin. Ilmu adalah kekayaan yang tidak bisa dicuri, tidak dapat dijarah, dan tidak akan lapuk dimakan waktu.

Sungguh berbanding terbalik dengan harta, tahta, dan kesenangan dunia. Kekayaan dunia bisa hilang dalam sekejap, diperebutkan keluarga saat kita tiada, menjadi sengketa bagi anak dan saudara. Namun bila seseorang mewariskan ilmu kepada generasinya, maka ilmu itu tetap hidup dalam amalan, perilaku, serta doa anak-anaknya. “Harta akan habis, jabatan akan berakhir, tetapi ilmu yang bermanfaat akan terus mengalir meski pemiliknya telah tiada.”

Dalam konteks kehidupan bernegara, pemerintahan yang berlandaskan ilmu, hukum, iman, dan takwa adalah cermin peradaban yang berkeadilan. Ilmu melahirkan kebijakan yang bijak, hukum melahirkan keteraturan, dan iman menjadi kendali moral bagi para pemimpin. Negeri yang dibangun atas dasar ilmu dan akhlak akan melahirkan kedamaian, kesejahteraan, serta melindungi rakyatnya dari tirani kekuasaan.

Maka dari itu, manusia tidak seharusnya hidup hanya mengejar harta, tahta, dan kesenangan dunia. Lebih mulia bila hidup dijalani dengan mencari ilmu, memperkuat iman, dan menjaga ketakwaan agar selamat dunia dan akhirat. “Ilmu adalah cahaya, dan cahaya tidak akan masuk kepada hati yang gelap oleh kesombongan.” Dengan ilmu dan moral, manusia tidak hanya menjadi pintar, tetapi juga menjadi bijak. Dengan ilmu, seseorang dihormati; dengan akhlak, seseorang dikenang.

Maka dari itu, kita sebagai manusia harus bisa merenung: apa yang akan kita bawa selain ilmu, amal, dan doa? Hidup adalah perjalanan singkat yang membutuhkan petunjuk. Ketika ilmu menjadi kompas, iman menjadi pelita, dan akhlak menjadi pijakan, maka hidup akan membawa manfaat, bukan kerusakan. Seperti pesan moral yang tak lekang oleh zaman, “Tinggalkan dunia dalam keadaan lebih baik daripada saat engkau datang.”

“Kita jangan menjadi manusia yang sombong tanpa ilmu, karena kesombongan tanpa pengetahuan hanyalah kebodohan yang dibungkus keangkuhan. Ilmu adalah cahaya, sedangkan kesombongan adalah gelap. Siapa yang berjalan tanpa ilmu namun penuh kesombongan, maka ia hidup dalam kegelapan. Sombong tanpa ilmu ibarat gelas kosong yang merasa penuh, tapi ia berbunyi nyaring namun tidak memberikan manfaat.” pesan ini mengingatkan kita untuk menjadi manusia yang rendah hati dan terus untuk menuntut ilmu hingga akhir hayat kita.

Tinggalkan Balasan

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.