SUMENEP – Suarademokrasi.id | Miris membaca berita anak di bawah umur yang diduga diperkosa oleh paman dan guru ngajinya di Masalima, Kepulauan Masalembu Kabupaten Sumenep.
Dalam tulisan opininya Hambali seorang Jurnalis Senior di Kabupaten Sumenep menyampaikan bahwa, lebih miris teringat kasus serupa di akhir 2019 lalu. Orang tua korban pemerkosaan dimarahin ketika datang ke Mapolsek Masalembu…
Seseorang bilang: masalah asusila cukup selesaikan kekeluargaan di Pemerintahan Desa. Maklum, terduga pelaku orang dekat Pemerintahan Desa. Korban seorang nelayan yang tak berafiliasi dengan penguasa desa.
Baca juga: Polsek Kangayan Dan TNI Membantu Masyarakat
Pengaduan kurang direspon. Korban dan keluarga datang ke Sumenep. Anda bisa bayangkan. Seorang nelayan datang ke Sumenep ingin mencari keadilan hukum untuk dirinya.
Beruntung ada tempat sewaan milik orang Masalembu bisa ditempati. Tinggal biaya hidup selama di Sumenep dan jasa pengacara.
Pengacara gratis. Lawyer bersedia mendampingi korban pemerkosaan itu ke Polres Sumenep.
Kasus itu ternyata tidak mulus seperti yang diharapkan. Heran kenapa itu terjadi?
Korban bersama pengacara datang ke SPKT Polres. Laporan asusila di bawah umur ditolak dengan seribu alasan, ucap salah satu petugas piket jaga.
Padahal pengacara yang datang mendampingi korban itu bukan pengacara kaleng-kaleng. Pengacara sekaliber YLBH Madura masih dipingpong. Ruangan berisik dengan omelan pengacara ke petugas piket tak bikin respon menerima laporan kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur, yang terjadi di Masalembu.
Keluarga korban menghubungi ada gelagat tak sehat..!
Seseorang menghubungi orang di Polres agar membantu laporan kekerasan anak bisa diterima di hari itu. Beberapa jam kemudian, terdengar kabar LP dikeluarkan. Esok hari diminta visum ke RSUD Sumenep.
Dari RSUD, terdengar kabar: korban tak bisa divisum karena alasan bla-bla-bla…! Korban dan keluarga diminta datang keesokan harinya.
Esok hari merupakan hari terakhir menjelang liburan panjang akhir tahun. Jika tak bisa divisum hari itu, bisa bergeser beberapa hari berikutnya di awal tahun.
Kekhawatiran keluarga terbukti. Petugas menyarankan korban dan keluarganya kembali lagi awal tahun. Alasan ditolak: waktu datang kesiangan. Padahal korban dan keluarga datang sebelum pintu dibuka.
Seseorang menghubungi orang penting di RSUD Sumenep agar bisa membantu dilakukan visum kepada korban.
Beberapa menit, ada kabar baik: korban selesai divisum. Hasilnya positif ada robekan di bagian vital akibat benturan benda tumpul.
Hasil visum itu diantar ke Polres, tapi masih mandek. Keluarga dan pengacara terus mendesak penyidik agar mengeluarkan surat penangkapan ke terduga pelaku. Setelah terus didesak, penyidik mengeluarkan surat panggilan kepada terduga pelaku sebagai saksi untuk dimintai keterangan. Panggilan itu sampai panggilan ketiga.
Pengacara protes. terduga pelaku tak langsung diamankan di Polsek Masalembu. Bahkan, terduga pelaku saat berangkat dari Masalembu tak didampingi petugas polsek. Terduga pelaku dibiarkan menghadap sendiri k Polres.
Benar…terduga pelaku melarikan diri. Turun dari kapal langsung mengurus jadi TKI ke Malaysia.
Media yang menulis kasus itu, dilaporkan ke Dewan Pers. Beruntung: Dewan Pers ngerti bahwa apa yang ditulis oleh media itu sesuai dengan produk jurnalistik.
Akhir kata:
Saya Apresiasi ke Petugas Polsek Masalembu yang punya keberanian menegakkan hukum, terkhusus kasus anak di bawah umur yang terjadi baru baru ini.
Semoga… menjadi atensi bahwa hukum di Masalembu perlu ditegakkan kepada siapa saja yang terlibat.
Bravo Polsek Masalembu…