Kasat Reskrim Polres Sumenep Bungkam Dikonfirmasi Perkembangan Kasus OTT

Kasat Reskrim Polres Sumenep Bungkam Dikonfirmasi Perkembangan Kasus OTT
Foto: Kasat Reskrim Polres Sumenep Bungkam Bungkam Terhadap Konfirmasi Media.
banner 120x600

SUMENEP, Suarademokrasi – Kasat Reskrim Polres Sumenep, AKP Agus Rusdianto, memilih bungkam saat dikonfirmasi redaksi atas perkembangan proses Kasus Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang melibatkan oknum Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan seorang pejabat pemerintah di Sumenep pada Minggu, 25 Mei 2025.

Penangkapan kasus OTT tersebut yang dilakukan oleh Satreskrim Polres Sumenep, sebelumnya sempat menjadi sorotan publik. Pasalnya, oknum Kades yang didampingi oleh suaminya juga berada rumah oknum pejabat pemerintah saat dilakukan OTT. Peran oknum Kades diduga yang memberikan uang kepada oknum LSM, tapi lepas dari proses hukum. Kini perkembangan proses hukum hilang, tidak lagi muncul di permukaan sehingga pihak media berupa melakukan konfirmasi kepada Kasat Reskrim Polres Sumenep, pada Jumat 12 September belum ada respon.

Konfirmasi itu dilakukan karena ada masyarakat menanyakan perkembangan proses hukum kasus OTT tersebut kepada Redaksi, sehingga redaksi berupaya melakukan konfirmasi kepada Kasat Reskrim Polres Sumenep melalui chat WhatsApp, sampai pemberitaan ini tayang di media belum juga ada respon.

Baca Juga: OTT Yang Dilakukan Satreskrim Polres Sumenep Tuai Kritikan

Berdasarkan informasi yang dihimpun media, kasus tersebut bermula dari temuan LSM terhadap dugaan korupsi pekerjaan proyek desa. Lalu oknum LSM kemudian diduga meminta uang sebesar Rp40 juta kepada oknum Kades agar temuan tersebut tidak dilaporkan ke Inspektorat. Melalui proses negosiasi, diduga ada kesempatan dan oknum kades memberikan uang Rp20 juta kepada oknum LSM.

Berdasarkan video yang beredar, Pertemuan tersebut dilakukan di rumah oknum pejabat Inspektorat, yang beralamat di Desa Kolor, Kecamatan Kota Sumenep. Saat OTT dilakukan, oknum kades bersama suaminya masih ada di rumah oknum pejabat Inspektorat, tapi petugas hanya mengamankan oknum LSM dan pejabat Inspektorat beserta  uang tunai Rp20 juta yang berada didalam tas milik oknum LSM.

Baca Juga :  Dugaan Kriminalisasi Ustad Suhriyanto, Kepolisian Disorot Publik

Humor yang beredar, kasus OTT tersebut dikatakan pemerasan. Tapi publik berasumsi bahwa Penangkapan OTT tersebut terkesan pesanan dari oknum Kades, sedangkan dugaan korupsi anggaran pekerjaan proyek yang menggunakan Dana Desa tidak diusut.

Padahal, menurut prinsip hukum pidana, baik pemberi maupun penerima suap sama-sama dapat dijerat hukum.

Pasal 5 ayat (1) huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menyebutkan, “Setiap orang yang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya, dipidana…”

Pasal 55 KUHP mengatur tentang penyertaan (deelneming), yang berarti tidak hanya pelaku utama, tetapi juga pihak yang membantu atau turut serta dapat dimintai pertanggungjawaban pidana.

Dengan demikian, kades yang menyerahkan uang mestinya tidak serta-merta dilepaskan dari proses hukum, apalagi uang itu diberikan terkait dugaan penyalahgunaan proyek desa.

Kasus ini juga menyisakan pertanyaan mendasar: mengapa dugaan temuan awal terkait proyek Dana Desa tidak ikut ditelusuri? Padahal Dana Desa bersumber dari APBN yang berasal dari pajak rakyat, sehingga setiap penyimpangan harus diproses sesuai ketentuan hukum.

Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor menegaskan, “Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara, dipidana…”

Pasal 3 UU Tipikor menegaskan larangan penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada karena jabatan untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain.

Artinya, jika benar terdapat dugaan penyimpangan proyek Dana Desa, maka seharusnya aparat penegak hukum menindaklanjuti dua arah: tidak hanya praktik pemerasan oleh oknum LSM, tetapi juga dugaan korupsi yang menjadi akar masalah.

Baca Juga :  Apresiasi Dan Dukungan Kepada Polres Sumenep Menertibkan Galian C Ilegal

Bungkamnya Kasat Reskrim, AKP Agus Rusdianto atas konfirmasi media menimbulkan asumsi negatif. Ketiadaan informasi ini, proses penegakan hukum dinilai berjalan setengah hati dan tidak menyentuh semua pihak yang diduga terlibat.

Dalam perspektif hukum dan pelayanan publik, kondisi ini dapat melemahkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi penegak hukum. Prinsip equality before the law sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 menegaskan bahwa semua warga negara bersamaan kedudukannya di hadapan hukum dan pemerintahan, tanpa terkecuali.

Kasus OTT di Sumenep ini semestinya menjadi momentum penegakan hukum yang adil dan transparan. Tidak boleh ada tebang pilih, apalagi jika menyangkut Dana Desa yang bersumber dari uang rakyat.

Proses OTT ini hanya akan dipandang sebagai drama hukum yang kehilangan makna. Padahal, keadilan menuntut agar semua pihak yang terlibat, baik pemberi, penerima, maupun penyalahguna Dana Desa, diproses sesuai hukum yang berlaku.