MOJOKERTO – Suarademokrasi.id | Pembelaan Kuasa Hukum Kakek usia 80 tahun, terhadap dugaan tanah miliknya yang disinyalir diserobot oleh pihak Pemerintah terkait.
Berdasarkan keterangan yang disampaikan oleh pihak Kuasa Hukum Kakek menjelaskan bahwa, Pardi, Kakek berusia 80 tahun warga Desa Wonoploso, Kecamatan Gondang, Kabupaten Mojokerto berjibaku melawan Kades Wonoploso, Setda Kabupaten Mojokerto dan Sugeng Hadi Purnomo Anggota DPRD Kabupaten Mojokerto dalam mempertahankan tanah miliknya.
Hal ini terjadi setelah Kakek Uzur ini meminta kembali tanah yang telah puluhan tahun dimanfaatkan oleh desa sebagai fasilitas umum.
Baca Juga:
- Bupati Menggandeng Sejumlah Media Untuk Memulihkan Perekonomian Sumenep
- Rujak dhulit Di Kalianget Membuat Lidah Bergoyang, Butuh Perhatian Pemerintah
Bukannya berniat mengembalikan, pemerintah desa malah mengklaim kepemilikan tanah dan meminta Pendampingan hukum dari Setda Kabupaten Mojokerto untuk melawan kakek tua. Parahnya lagi proses pendampingan diduga cacat secara formil.
Pasalnya, Benny Winarno S.H., M.H., yang merupakan Aparatur Sipil Negara yang berstatus PNS tidak mengantongi surat tugas dari instansi tempat dirinya betugas. Hal ini sempat menuai protes pada saat pertemuan klarifikasi yang dilakukan pada hari rabu (16/2/2022) di Balai desa Wonoploso.
“memang kapasitas Benny Winarno kami anggap tidak jelas dalam pertemuan ini, jika pendampingan ini sebagai tugas dinas resmi, faktanya beliau tidak bisa menunjukkan surat tugas dari tampatnya bekerja,” kata salah satu kuasa hukum Pardi.
Baca Juga:
- 2 Mobil Angkot Hangus Terbakar, Masih Dalam Penyelidikan Petugas
- Relawan Eco Enzyme Indonesia Dan Masyarakat Peduli Covid-1
Meski kapasitasnya dianggap tidak jelas, Benny sempat membantah tudingan penyerobotan tanah yang dilakukan oleh pemerintah desa. Menurutnya kakek Pardi telah salah dalam memahami objek tanah yang ada di dalam denah sertifikatnya.
“itu objek tanah yang di sertifikat pak Pardi bukan di Lapangan bola tapi di rumahnya yang sekarang ditempati,” kata Benny menjelaskan kepada semua yang hadir di Balai desa.
Melalui kuasa hukumnya, kakek Pardi membantah pernyataan Benny sembari meminta bukti hak atas tahan yang dimiliki oleh pihak desa. Tidak mampu menunjukkan bukti kepemilikan hak atas tanah apapun, PNS yang mengaku sebagai Pegawai bagian hukum Setda Kabupaten Mojokerto ini hanya dapat menguraikan kemungkinan demi kemungkinan dan terkesan membuang-buang waktu dinas untuk keluar kantor.
“Kalau menurut kami alasan pihak desa Wonoploso melalui Kuasa Hukumnya ini sangat tidak masuk akal dan terkesan dipaksakan, dibilang tanah dikuasai untuk fasilitas umum selama lebih dari 20 tahun, padahal tahun 2005 tanah tersebut dianggunkan oleh Pardi di BRI Unit Gondang dan di Roya pada tahun 2021” Imbuh Samsul, S.H. salah satu Kuasa Pardi dari Aulian Law Firm.
Perlu diketahui bahwa luasan tanah kakek Pardi yang kini dimanfaatkan menjadi lapangan sepak bola mencapai tiga ribu meter persegi. Hal itu tertera jelas di dalam sertifikat hak milik yang diterbitkan Badan Pertanahan Negara sekitar tahun 70’an itu. Sedangkan tanah yang di atasnya rumah Pardi berdiri memiliki luasan tiga ratus meter persegi lengkap dengan sertifikat hak milik.
Pertemuan publik yang diselenggarakan di balai desa Wonoploso ini berjalan alot. Sejak awal pertemuan, kesan intimidasi telah terlihat jelas. Bahkan beberapa awak Media yang oleh karena profesinya melaksanakan peliputan diminta untuk tidak boleh mengeluarkan handphone.
“semua handphone disimpan, tidak ada yang boleh merekam,” kata salah seorang staf desa membatasi kerja jurnalis di balai desa.
Menjadi lebih alot lagi ketika seorang yang mengaku sebagai anggota DPRD Kabupaten Mojokerto turut hadir dan berkomentar. Belakangan diketahui bahwa orang tersebut bernama Sugeng Hadi Pramono dari PDI Perjuangan. Beliau tidak lain merupakan suami dari Kepala desa Wonoploso.
Dengan mengenakan sandal jepit, anggota dewan dari komisi dua ini mengaku memiliki hak yang melekat untuk ada dan berbicara dalam forum. Entah dalam kapasitas sebagai pendamping istri atau sebagai wakil rakyat yang sedang memperjuangkan hak konstituennya, hingga berita ini rilis tak jelas kapasitasnya.
Terkait Kapasitas Benny dalam pertemuan di Balai Desa Wonoploso, awak media mencoba memintakan tanggapan Tatang Marhaendrata, S.H., M.H., Kabag Hukum Setda Kabupaten Mojokerto. Tatang mengakui bahwa surat tugas untuk pendampingan hukum memang belum ada. Ia berpendapat bahwa kuasa yang dikeluarkan oleh Pemdes Wonoploso sudah cukup.
Penjelasan Tatang ini cukup sulit diterima akal sehat mengingat Perbup Mojokerto nomor 69 tahun 2019 tentang Kedudukan, Susunan organisasi, tugas dan fungsi tata kerja Sekertariat Daerah Kabupaten Mojokerto. Dalam Perbup ini, sub bagian Bantuan hukum bertanggung jawab kepada Kabag Hukum yang ada di bawah Asisten I bagian Pemerintahan. Seharusnya dari bagian inilah para pendamping hukum ini menerima mandat tugas dan memberikan pertanggungjawaban mereka. Bukan dari Pemerintah Desa seperti yang disampaikan Benny dan Tatang.
Dapat dibayangkan jika para pemberi bantuan hukum Pemda ini melakukan advokasi di pengadilan tanpa surat tugas. Entah apa yang sedang dipertontonkan para penguasa di Kabupaten Mojokerto ini. Yang pasti Pardi adalah salah satu warga desa Wonoploso. Diusia yang memasuki 80 tahun apa yang sedang diperjuangkannya?