SUMENEP, Suarademokrasi – Peredaran rokok ilegal, tempat hiburan malam yang menjual minuman keras (miras), serta penjualan BBM bersubsidi kepada mafia BBM di Sumenep terus marak terjadi. Situasi ini diduga kuat akibat adanya pembiaran dari oknum pihak pemerintah dan aparat penegak hukum (APH) yang menerima suap (opeti) dari para pelaku.
Kondisi ini sangat meresahkan masyarakat karena tidak hanya merugikan negara, tetapi juga mengancam keamanan dan ketenangan dalam kelangsungan hidup masyarakat Sumenep.
Masyarakat Sumenep kerap mengeluhkan ketidakamanan yang muncul akibat aktivitas ilegal tersebut. Tidak jarang sering terjadi keributan di tempat hiburan malam tanpa izin Mr. boll, yang seringkali melibatkan oknum aparat sendiri dengan oknum LSM.
Baca Juga: Kejanggalan Penanganan Kasus Penyalahgunaan BBM Bersubsidi di Sumenep
Selain itu, pembiaran penjualan BBM bersubsidi kepada para mafia BBM menyebabkan kelangkaan dan kenaikan harga BBM di pasaran karena ulah para tengkulak yang menjual lebih dari harga ketentuan pemerintah, hal ini semakin membebani kehidupan masyarakat.
Perlu diketahui bersama bahwa, Berdasarkan Undang-Undang No. 39 Tahun 2007 tentang Cukai, peredaran rokok ilegal merupakan pelanggaran serius. Setiap orang atau badan hukum yang memproduksi, menjual, atau mengedarkan rokok tanpa memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan dapat dikenakan sanksi pidana penjara paling lama 10 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000 (lima miliar rupiah). Hal ini tidak membuat takut para pengusaha rokok ilegal yang ada.
Sedangkan tempat-tempat hiburan malam yang menjual Miras, menurut Peraturan Pemerintah No. 59 Tahun 2020 tentang Pengendalian Minuman Beralkohol, setiap tempat hiburan malam yang menjual miras harus memiliki izin resmi.
Pelanggaran terhadap ketentuan ini dapat dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan izin usaha, serta sanksi pidana berupa penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 2.000.000.000 (dua miliar rupiah). Peraturan ini tidak menghambat pemilik tempat hiburan malam di Sumenep tanpa izin.
Saat ini peraturan dasar aturan konsumen dan pembelian maksimum untuk BBM Solar Subsidi adalah Peraturan Presiden No. 191 tahun 2014 dan Surat Keputusan Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas) No. 04/P3JBT/BPH Migas/Kom/2020.
Ada sanksi pidana pada penyalahgunaan BBM subsidi yang tertera pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi Rp.60 miliyar. Ancaman hukum ini tidak membuat pelaku mafia BBM di Sumenep takut, malah terus marak terjadi.
Semua itu terjadi diduga ada keterlibatan para oknum Aparat Penegak Hukum (APH) yang menerima suap atau opeti, sehingga berpengaruh terhadap penegakan hukum di Sumenep. Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) memberikan wewenang kepada KPK untuk menyelidiki dugaan korupsi, termasuk penerimaan suap oleh oknum aparat penegak hukum.
Oknum aparat yang terlibat dalam menerima suap atau gratifikasi dapat dikenakan sanksi pidana penjara paling lama 20 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 10.000.000.000 (sepuluh miliar rupiah), serta pemecatan tidak dengan hormat dari instansi terkait.
Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan pengawasan ketat dan tindakan tegas dari pihak berwenang. Pemerintah harus meningkatkan koordinasi dengan instansi penegak hukum seperti KPK dan Ombudsman Republik Indonesia untuk melakukan pengawasan dan penyelidikan terhadap dugaan keterlibatan oknum aparat dalam kasus-kasus tersebut.
Terbukti dampak adanya dugaan mafia hukum di Sumenep, kasus penyalahgunaan BBM bersubsidi yang dilakukan oleh 3 orang operator SPBU Kalianget menjual solar bersubsidi tanpa surat rekomendasi pembelian kepada tengkulak. Bebas dari tahanan jeruji besi.
Hal itu diduga ada permainan mafia hukum yang melibatkan peran JPU Kasih Pidum Kejaksaan Negeri Sumenep yang hanya menuntut 4 terdakwa 2 bulan penjara dan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sumenep memutus 1 bulan 10 hari terhadap 4 terdakwa dan dipotong masa tahanan kota, ke-4 terdakwa langsung bebas tanpa menjalankan hukum tahanan didalam jeruji besi, sehingga tidak membuat efek jerah terhadap para pelaku.
Maka dari itu, pemerintah daerah perlu meningkatkan transparansi dalam proses perizinan dan pengawasan tempat hiburan malam, peredaran rokok Illegal serta penyaluran BBM bersubsidi. Melibatkan masyarakat dalam pengawasan dan pelaporan aktivitas ilegal juga dapat menjadi langkah efektif untuk menekan praktik korupsi dan penyalahgunaan wewenang oleh oknum aparat penegak hukum.
Dengan penegakan hukum yang tegas dan pengawasan yang lebih baik, diharapkan peredaran rokok ilegal, penjualan miras tanpa izin, dan penjualan BBM bersubsidi kepada mafia BBM, serta para mafia hukum di Sumenep dapat dihentikan, sehingga keamanan dan ketenangan masyarakat dapat terjaga. Sehingga krisis kepercayaan masyarakat terhadap pihak APH dan pemerintah bisa pulih kembali.














