20 Ton Solar Subsidi di TUKS Kalianget Yang Dilaporkan Media Dilepas

20 Ton Solar Subsidi di TUKS Kalianget Yang Dilaporkan Media Dilepas
Foto: KM Tanjung Bahari yang mengangkut BBM solar bersubsidi 20 ton dari Kalianget ke Sapeken.
banner 120x600

SUMENEP, Suarademokrasi – Polemik penyaluran ilegal bahan bakar minyak (BBM) solar bersubsidi kembali mencuat di Kabupaten Sumenep. Sebanyak 20 ton solar bersubsidi yang dilaporkan redaksi kepada Satpolairud Kalianget Polres Sumenep pada Sabtu, 20 September 2025, dilepas begitu saja tanpa ada proses hukum.

BBM bersubsidi yang mengatasnamakan milik nelayan tersebut sebelumnya ditemukan ditimbun dalam drum plastik di atas kapal kayu KM. Tanjung Bahari di Terminal Untuk Kepentingan Sendiri (TUKS) Kalianget untuk dikirim ke wilayah kepulauan Sapeken. Ironisnya, di SPBU Kalianget sendiri solar kerap terlihat kosong bagi pengendara maupun masyarakat sekitar.

Investigasi redaksi menemukan praktik distribusi ilegal ini diduga dikendalikan oleh seorang kepala desa (kades) di Tanjung Keok. Oknum tersebut memanfaatkan surat rekomendasi nelayan yang diterbitkan UPT Dinas Perikanan dan Kelautan Pasongsongan untuk membeli solar bersubsidi di SPBU Kalianget 5469411 dan SPBN Gersik Putih 5869405 tanpa ada pengawasan yang ketat. Hal itu menunjukkan bahwa surat rekom milik nelayan disalahgunakan bagi mafia BBM, tapi pihak APH dan Pejabat Pemerintah diam. Meskipun redaksi sudah sering melaporkan kepada pihak pemerintah melalui Kabag Perekonomian kabupaten Sumenep, tapi tetap saja tidak ada tindakan.

Baca Juga: Polri Wajib Berbenah, Mafia Solar Semakin Marak

Menurut keterangan nahkoda kapal, pengiriman dilakukan dua kali sebulan dengan kapasitas 20 ton sekali angkut, sehingga total mencapai 40 ton per bulan. Fakta lapangan menunjukkan, surat rekomendasi yang dipakai bahkan tidak mencantumkan alamat identitas jelas pemiliknya. Hal ini menimbulkan dugaan kuat adanya upaya sistematis mengaburkan penerima hak BBM subsidi.

Padahal, sesuai regulasi Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) serta Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, penyalur atau sub-penyalur BBM wajib memiliki izin usaha niaga, penugasan resmi, serta dokumen alat angkut yang sah.

Baca Juga :  Baznas dan UPZ Sumenep Didorong Tingkatkan Kesadaran Masyarakat Dalam Membayar Zakat

Solar yang disubsidi oleh pemerintah untuk nelayan itu dimuat ke kapal kayu ditimbun di drum plastik tanpa izin resmi, hanya bermodalkan  rekom milik nelayan. Berdasarkan informasi yang dihimpun redaksi, solar tersebut diduga diperjualbelikan untuk kapal niaga, yang semestinya kapal niaga menggunakan surat rekomendasi dari Dinas Perhubungan, bukan menggunakan rekom nelayan untuk mendapatkan BBM tersebut.

Selain itu, sejumlah TUKS di Kalianget sendiri masih dalam proses hukum karena dilaporkan tidak memiliki izin pembangunan maupun izin reklame pantai. Tapi malah dijadikan tempat aktivitas bongkar muat BBM bersubsidi di lokasi tersebut semakin mempertegas lemahnya pengawasan aparat.

Secara hukum pidana, perbuatan ini dapat dikategorikan sebagai penyalahgunaan distribusi BBM bersubsidi sebagaimana diatur dalam Pasal 55 Undang-Undang Migas, yang menegaskan larangan memperjualbelikan BBM subsidi tanpa izin resmi. Ancaman pidana maksimal adalah penjara 6 tahun dan denda Rp60 miliar.

Namun, laporan redaksi kepada Satpolairud Kalianget tidak berujung pada penerbitan laporan polisi. Justru, 20 ton solar dilepas tanpa proses hukum. Hal ini menimbulkan dugaan adanya keterlibatan oknum yang ikut bermain, bahkan potensi pembiaran dari aparat yang seharusnya menindak tegas pelaku, malah dibiarkan lepas dan bebas bermain BBM.

Sedangkan kinerja kepolisian dalam menangani laporan masyarakat sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Yang menyebutkan, tugas pokok Polri meliputi: Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, Menegakkan hukum, Memberikan perlindungan, Pengayoman, dan Pelayanan kepada masyarakat.

Selain itu, Pasal 14 ayat (1) huruf g UU Kepolisian menegaskan bahwa Polri wajib menerima laporan atau pengaduan masyarakat, serta melakukan tindakan pertama di tempat kejadian. Sementara Pasal 15 ayat (1) huruf a memberi kewenangan kepada Polri untuk melakukan penyelidikan atas setiap dugaan tindak pidana.

Baca Juga :  Pemasangan Papan Nama Proyek Dijalan Adirasa Sumenep Menjadi Sorotan

Dalam konteks pelepasan 20 ton solar bersubsidi tanpa proses hukum berpotensi melanggar asas profesionalisme dan akuntabilitas Polri. Apalagi, laporan media merupakan bentuk partisipasi masyarakat dalam pengawasan distribusi BBM subsidi, sehingga seharusnya ditindaklanjuti melalui penyelidikan, bukan diabaikan dan dilepas begitu saja.

Hal itu memperlihatkan lemahnya komitmen aparat dalam memberantas mafia BBM. Praktik tersebut berdampak langsung pada kelangkaan solar di wilayah Kalianget, sehingga merugikan pengendara serta nelayan yang seharusnya berhak atas subsidi negara tersebut.

Dengan adanya dua penyalur resmi Pertamina di Sapeken, distribusi 40 ton solar per bulan melalui jalur ilegal semakin memperkuat dugaan bahwa praktik ini semata untuk memperbesar keuntungan bagi mafia BBM yang diduga berkerjasama dengan oknum kepolisian.

Tindakan melepas 20 ton solar bersubsidi tanpa penyelidikan hukum bertentangan dengan kewajiban kepolisian sebagaimana diatur dalam UU Kepolisian dan UU Migas. Penegakan hukum seharusnya dilakukan secara tegas, transparan, dan akuntabel untuk menjamin subsidi BBM tepat sasaran serta melindungi hak masyarakat.

Hingga berita ini diturunkan, Kasat Polairud Kalianget maupun Kanit Gakkum belum memberikan respons atas konfirmasi redaksi terkait dilepaskannya 20 ton solar bersubsidi tersebut.

Maka dari itu, berharap kepada bapak Presiden Prabowo Subianto untuk memberikan atensi dan instruksi kepada Kapolri untuk melakukan evaluasi dan menindak tegas terhadap oknum anggotanya yang dinilai tidak mampu menjalankan tugasnya untuk memberantas mafia BBM.