SUMENEP – Suarademokrasi.id | Innalilahi wa innalilahi rojiun “Sesungguhnya kami milik Allah dan kepadanya lah kami kembali.” Kita pasti tahu dan sadar bahwa semua kehidupan itu pasti akan menghadapi kematian. Perkuat keimanan dan ibadah kita kepada Allah SWT.
Semua keluarga besarnya, kerabat dekatnya dan tetangganya berkunjung kerumah duka untuk ikut belasungkawa dan ikut mengantarkan jasad almarhum ke tempat peristirahatan terakhirnya, di pemakaman Tanggulun di desa Kalianget Barat Kecamatan Kalianget Kabupaten Sumenep, Senin 26 Desember 2022.
Tangisan dan Kesedihanpun pecah kala itu. Suasana duka menerjang keluarga yang ditinggal, air mata juga mengalir membasahi pipi, karena kematian orang yang dicintai meninggalkan anggota keluarga untuk selamanya. Hal itu tak bisa kita pungkiri, karena sebagai manusia yang memiliki penuh kenangan indah saat bersama almarhum tak bisa dibendung untuk menahan kesedihan atas kepergiannya.
Baca juga: Pasien Khitan Meninggal Dengan Prasangka Kematian Tetanus

Dengan meninggalnya dan dikebumikan nya Mawi (Suami Iyam / ortu Agus) warga Desa Kalianget Barat, Kecamatan Kalianget, Kabupaten Sumenep. Kami dari keluarga besar media Suarademokrasi dan Keluarga besar Lembaga Komunitas Pengawas Korupsi (L-KPK) Mawil Sumenep, juga mengucapkan ikut belasungkawa. Semoga diterima disisi Allah SWT dan memudahkan almarhum untuk melewati seluruh tahapan pada kehidupan di akhirat, Aamiin ya rabbal alamin.
Menurut ulama ternama Sayyid Sabiq, ulama bersepakat bahwa menangisi jenazah diperbolehkan asal tak disertai jeritan dan ratapan. Ia menjelaskan sebuah hadis Rasulullah, “sesungguhnya Allah SWT tidak menyiksa karena tetesan air mata dan bukan karena kesedihan hati.”
Rasul juga pernah menangis menghadapi kematian anaknya, Ibrahim. Demikian diungkapkan hadis yang diriwayatkan Bukhari yang dikutip dalam Fikih Sunnah, karya Sayyid Sabiq.
“Sesungguhnya, mata meneteskan air matanya, hati diliputi kesedihan, tetapi aku tidak mengucapkan, kecuali apa yang diridhai Tuhan kami, sesungguhnya kami sangat bersedih atas perpisahan ini wahai Ibrahim,”
Sa’ad sempat berkata pada manusia bergelar yang terpercaya itu mengenai tangisan terhadap orang yang sudah meninggal, bahwa apa yang ia lakukan adalah rahmat yang ditambahkan Allah ke dalam hati hamba-Nya. Allah hanya berbelas kasihan kepada hamba-Nya yang bersifat welas asih.
Sahabat Rasul itu menjelaskan, tangisan atas meninggalnya seseorang yang tak disertai ratapan dan jeritan tidaklah mengapa. Lalu ia melanjutkan, tangisan yang dibarengi ratapan bisa menjadi penyebab disiksa nya mayat.
Ada cerita, bahwa Umar pernah terkena tikaman dan ia pingsan. Orang-orang di sekitarnya menangisinya dengan ratapan dan jeritan. Setelah sadar dari pingsannya, ia tau orang meratapinya dan ia mengingatkan bahwa menurut Rasul mayat akan disiksa atas tangisan orang yang masih hidup.
Sayyid Sabiq menuturkan, hadis itu bermakna orang yang meninggal merasakan sakit atas ratapan keluarganya. Sebab, hakikatnya orang yang meninggal dapat mendengar tangisan keluarganya dan mengetahui perbuatan mereka. Namun, ia menegaskan, hadis itu bukan berarti orang meninggal akan disiksa karena dosa tangisan keluarganya. (dilansir dari alhikmah.ac.id).
Dalam Islam, kematian itu menjadi awal perpindahan dari alam dunia ke alam barzah, roh manusia yang wafat akan tinggal di alam barzah hingga kebangkitan manusia dari kuburnya saat kiamat kelak. Sejak dikebumikan orang yang sudah meninggal dunia, menjadi permulaan kehidupan menuju alam akhirat yang kekal, dengan melewati masa pertanggung jawaban atas semua apa yang kita lakukan dan perbuat selama hidup di dunia.
Kita semua yang bernyawa pasti akan menghadapi kematian, dan kita tidak akan tau kapan dan dimana kematian itu terjadi, hanya Allah SWT yang Maha Tahu dan Maha Kuasa yang mengetahui kematian makhlukNya.
Hanya saja kita sering lalai bahwa kematian itu pasti akan datang, karena kita terlalu sibuk dengan urusan dunianya, kita hanya dituntut meluangkan sedikit waktu untuk melakukan ibadah kepada Allah SWT.
Karena kita diciptakan di dunia ini hanya untuk beribadah kepada Allah SWT. Sesuai dengan firman Allah SWT yang tertuang dalam Al-Qur’an, Surat Adz-Dzariyat ayat 56 yang berbunyi; “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.”
Sesuai perintah AllAh SWT baik dalam Al-Quran maupun sunnah, kita diwajibkan untuk menjalankan sholat 5 waktu, zakat, puasa, iktikaf, sodaqoh, berqurban, berhaji, membaca Alquran dan sebagainya untuk berbuat baik selama hidup di dunia ini.
Kita bersyukur masih diberi kehidupan di dunia ini untuk menikmati rezki yang Allah berikan, keluarga, anak yang kita sayangi, jabatan, maupun kesehatan, semua itu adalah nikmatNya yang diberikan kepada kita. Maha suci Allah, Tuhan seluruh Alam semesta.
Seharusnya kita sebagai orang Islam yang beriman harus selalu bersyukur walaupun sedikit/banyak rejeki yang diberikan, susah atau senang, itu wujud ketaatan kita padanya. Janganlah kita sombong atas jabatan dan kekuasaan yang diberikan, apalagi menjadi koruptor, melakukan korupsi, menyusahkan orang lain, karena kurang puas atas rejeki yang diberikan Allah SWT.
Tahta, Jabatan dan Wanita yang kita miliki tidak akan mampu menyelamatkan kita dari kematian, semua itu pasti ditingkatkan selain amal kebaikan dan doa dari anak-anak kita yang Soleh dan Sholehah. Jangan sampai kematian itu terjadi pada kita saat melakukan dosa.
Beruntunglah kita yang selalu ada di jalan Allah SWT, karena kematian suatu peristiwa yang menakutkan bagi orang yang tidak beriman. Maka jagalah diri kita dalam menjalani hidup di dunia ini dan jadikanlah sebagai jalan kita untuk menghadapi kematian dengan beribadah kepada Allah SWT.