Pemerintah Diduga Buta dan Tuli, Jalan Dibiarkan Rusak Berlubang

Pemerintah Diduga Buta dan Tuli, Jalan Dibiarkan Rusak Berlubang
Jalan raya Kebun Kelapa Berlubang dan Sepeda listrik korban yang rusak.
banner 120x600

SUMENEP, Suarademokrasi – HUT Kemerdekaan RI sudah berumur 80 tahun dan rakyat terus diperas untuk membayar pajak pada pemerintah, tapi kondisi jalan raya Kebun Kelapa, Desa Kalianget Barat, Kabupaten Sumenep, dibiarkan memprihatinkan. Jalan yang menjadi akses utama masyarakat dibiarkan rusak dan berlubang tanpa ada upaya perbaikan. Padahal, media telah melaporkan kerusakan tersebut kepada Penjabat (PJ) Kepala Desa Kalianget Barat, Suhrawi, maupun kepada Pemerintah Kabupaten Sumenep melalui Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga.

Tragisnya, jalan raya kebun kelapa menjadi akses utama masyarakat dibiarkan rusak berlubang tanpa ada perhatian pemerintah, kerusakan jalan tersebut telah memakan korban. Pada Rabu malam, 20 Agustus 2025, berdasarkan laporan warga, korban yang mengalami kecelakaan akibat terperosok lubang jalan hingga dilarikan ke RSI Kalianget. Motor listrik yang dikendarai korban bahkan mengalami kerusakan serius dengan stang stir patah.

Pejabat pemerintah yang setiap bulan makan gaji dari uang pajak rakyat terkesan tutup mata dan telinga. Saat dikonfirmasi media, PJ Kepala Desa Kalianget Barat, Suhrawi, justru hanya memberikan jawaban normatif tanpa langkah konkret untuk memperhatikan keselamatan para pengguna jalan, meskipun jalan tersebut setiap hari dilalui dirinya.

Baca Juga: Patut Diapresiasi Satlantas Polres Sumenep Tambal Jalan Berlubang

“Itu sudah kami lakukan musyawarah dan terimakasih atas kepedulian pihak media,” ujar Suhrawi, Kamis (21/8/2025).

Sementara itu, Kabid Bina Marga Dinas PUTR Kabupaten Sumenep, Slamet Supriyadi, beralasan minimnya anggaran dan keterlambatan pengadaan material menjadi hambatan utama untuk perbaikan jalan, sedangkan kondisi jalan yang rusak berlubang sudah begitu lama dan Sebelumnya masyarakat sekitar sempat melakukan Swadaya memperbaiki, tapi mata dan telinga pejabat pemerintah yang mengelola uang pajak rakyat terkesan tertutup tanpa ada kepedulian.

Baca Juga :  Fakultas Hukum Universitas Wiraraja Madura Melakukan Kunjungan Akademik Internasional

“Iya nunggu pengadaan material dulu, kalau kita disuruh menambal sekarang uang siapa yang mau dipakai?” jawab Slamet di ruang kerjanya.

Bahkan saat didesak agar segera bertindak karena sudah ada korban, Slamet yang berjanji akan menurunkan tim survei untuk memasang rambu-rambu peringatan, hanyalah kebohongan belaka. Karena, hasil pantauan redaksi di lapangan hingga kini tidak ada tanda-tanda pemasangan rambu maupun penanganan darurat.

Janji serupa juga disampaikan oleh Kepala Dinas PUTR ketika ditemui media untuk memperbaiki jalan, namun fakta yang terjadi tetap tidak ada tindak lanjut nyata.

Bila kita melihat dari perspektif hukum, kelalaian pemerintah dalam memelihara jalan umum hingga menimbulkan korban kecelakaan dapat dikategorikan sebagai bentuk pelanggaran terhadap kewajiban negara dalam memberikan pelayanan publik.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Pasal 24 ayat (1) dan (2) menyebutkan:

  • (1) Penyelenggara jalan wajib segera memperbaiki jalan yang rusak yang dapat mengakibatkan kecelakaan lalu lintas.
  • (2) Dalam hal belum dapat dilakukan perbaikan jalan yang rusak, penyelenggara jalan wajib memberikan tanda atau rambu pada jalan yang rusak untuk mencegah terjadinya kecelakaan lalu lintas.

Lebih lanjut, Pasal 273 ayat (1) dan (2) UU LLAJ mengatur sanksi pidana bagi penyelenggara jalan yang tidak melaksanakan kewajibannya:

  • Barang siapa tidak segera memperbaiki jalan rusak yang mengakibatkan kecelakaan lalu lintas dapat dipidana penjara paling lama 6 bulan atau denda paling banyak Rp12.000.000.
  • Jika kelalaian tersebut mengakibatkan luka berat, ancaman pidana dapat meningkat hingga 5 tahun penjara atau denda maksimal Rp120.000.000.

Selain itu, kewajiban penyelenggaraan jalan juga ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan, Pasal 24 ayat (1), yang menyebutkan bahwa jalan umum harus dipelihara agar tetap berfungsi sesuai dengan peruntukannya.

Baca Juga :  Bupati Sumenep Berangkatkan 167 Atlet Untuk Berlaga Di Porprov Jatim 2023

Dengan adanya peraturan perundang-undangan tersebut terkesan hanya dijadikan hiasan belaka, karena tidak mampu membuat pejabat pemerintah tunduk dan patuh terhadap aturan itu.

Dengan demikian, sikap yang terkesan “buta dan tuli” para pejabat pemerintah dalam kasus jalan rusak di Desa Kalianget Barat bukan hanya persoalan etika pelayanan publik, tetapi juga berimplikasi hukum yang jelas diatur oleh peraturan perundang-undangan. Meskipun jargon “Bismillah Melayani” menjadi simbol kepemimpinan Bupati Achmad Fauzi Wongsojudo dua periode itu tak mampu menggerakkan bawahnya untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Sehingga membuat masyarakat menilai pemerintah telah abai dalam mengelola  uang pajak rakyat, seharusnya dialokasikan untuk kepentingan rakyat, termasuk pemeliharaan infrastruktur dasar dan ironisnya, akses jalan yang rusak berlubang tersebut justru dibiarkan tetap berlubang. Setiap hari jalan tersebut dilewati oleh PJ Kepala Desa dan perangkatnya menuju balai desa, tapi tidak ada kesadaran untuk memperjuangkan perbaikan.

Peran Camat dan BPD pun yang dibayar dari uang pajak rakyat terkesan hanya menjadi formalitas saja dalam struktur kepemerintahan di wilayah Kalianget. Sikap pasif pihak pemerintah ini semakin memperkuat persepsi publik bahwa negara seringkali hanya hadir dalam urusan pungutan pajak, tetapi menghilang ketika rakyat membutuhkan perlindungan dan pelayanan dasar.