Politik Jangan Disalahgunakan: Tanggung Jawab Moral Dan Hukum Untuk Pelayanan Publik

Politik Jangan Disalahgunakan: Tanggung Jawab Moral Dan Hukum Untuk Pelayanan Publik
Foto: Erfandi Pimpinan Redaksi Media Suara Demokrasi.
banner 120x600

Suarademokrasi – Dalam menjalankan roda pemerintahan, pejabat negara memiliki tanggung jawab yang besar untuk melayani masyarakat, berlandaskan pada sumpah dan janji yang diucapkan saat mereka dilantik. Di Indonesia, sumpah jabatan tersebut umumnya dilakukan dengan menyebut nama Tuhan, khususnya Allah SWT, sebagai komitmen tertinggi untuk mengabdikan diri bagi bangsa dan negara.

Ironisnya, realitas menunjukkan bahwa kewenangan yang seharusnya digunakan untuk kepentingan rakyat kerap disalahgunakan oleh sebagian oknum pejabat yang cenderung mengutamakan kepentingan pribadi atau kelompoknya, dan berperilaku seolah-olah “raja” yang harus dilayani rakyat. Banyak pejabat diberikan kewenangan untuk kursi kekuasaan karena hubungan kedekatan, bukan karena kualitas SDM yang dimilikinya.

Dimasa menjalankan kewenangannya, mereka tidak membuat keadaan lebih baik atau berkembang di instansi yang dipimpinnya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat, karena etika profesinya sebagai pejabat publik tidak dijalankan, beliau bersifat sombong dan angkuh karena merasa dekat dengan penguasa sehingga terus menimbulkan masalah dengan masyarakat. Penyalahgunaan kewenangan dalam jabatan tersebut tidak hanya mencederai kepercayaan publik, tetapi juga melanggar ketentuan hukum yang berlaku.

Baca Juga: Politik Kotor Harus Dibersihkan Dan Kebenaran Terus Disuarakan 

Seorang pengacara asal Pulau Madura, mengungkapkan pandangannya pada sebuah politik bahwa “Politik itu tajam sesuai koridor politik hukum,” dan menegaskan bahwa politik seperti mata pisau yang sangat tajam fungsi dan dampaknya sangat tergantung pada tangan siapa pisau itu dipegang. Jika digunakan untuk melayani rakyat, politik menjadi alat yang bermanfaat bagi kesejahteraan dan keadilan. Namun, jika digunakan untuk kepentingan pribadi dan kelompok, politik berubah menjadi alat destruktif yang dapat menghancurkan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Dalam perspektif hukum, penyalahgunaan kewenangan pejabat publik diatur dan ditegaskan melalui sejumlah peraturan perundang-undangan. Berikut beberapa landasan hukum yang mengatur tanggung jawab pejabat dalam menjalankan tugasnya:

Baca Juga :  Ketum PJI: Libas Jaringan Penjahat Kebebasan Pers

1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Undang-Undang ini menegaskan bahwa setiap penyelenggara negara harus mematuhi prinsip penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari praktik KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme).

Penyalahgunaan kewenangan untuk kepentingan pribadi atau kelompok dapat dikategorikan sebagai tindakan yang merugikan negara dan dapat dikenai sanksi hukum. Pasal 5 undang-undang ini mengatur kewajiban pejabat untuk bersikap jujur, transparan, serta mengutamakan kepentingan umum.

2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN)
UU ASN menetapkan prinsip dasar bagi aparatur negara untuk menjadi pelayan publik yang profesional, berintegritas, dan tidak memihak. Penyalahgunaan kewenangan dalam rangka untuk kepentingan pribadi dan memperkaya diri, sangat bertentangan dengan semangat UU ASN yang mengedepankan pelayanan prima kepada masyarakat.

3. KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana). Penyalahgunaan wewenang juga diatur dalam KUHP, khususnya dalam Pasal 421, yang menyebutkan bahwa pejabat publik yang menyalahgunakan kekuasaannya untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dapat diancam dengan hukuman pidana. Hal ini menunjukkan bahwa penegakan hukum memiliki peran dalam menindak tegas pelanggaran yang merugikan masyarakat.

4. Pasal 7 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) mengamanatkan bahwa segala bentuk kekuasaan harus diarahkan untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Kesejahteraan rakyat merupakan tujuan utama yang tidak boleh diabaikan oleh para pejabat yang telah disumpah untuk melayani masyarakat.

Maka dari itu, Politik diharapkan menjadi alat untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi, yaitu menciptakan kesejahteraan bersama dan mewujudkan keadilan sosial. Namun, penyalahgunaan politik untuk keuntungan pribadi berpotensi menciptakan budaya ketidakadilan dan mengikis kepercayaan masyarakat terhadap institusi pemerintahan.

Baca Juga :  Suja'i: Penanganan Kasus Dugaan Penggelapan Honor BPD Dinilai Tarik Ulur

Pepatah mengatakan bahwa “Politik bagaikan mata pisau; bergantung pada siapa yang menggunakannya.” Jika politik berada di tangan mereka yang memiliki integritas dan moral yang tinggi, politik akan menjadi instrumen yang menyejahterakan masyarakat. Sebaliknya, jika digunakan untuk kepentingan pribadi, politik berubah menjadi alat yang sangat berbahaya. Oleh karena itu, diperlukan adanya pengawasan yang ketat serta penerapan hukum yang tegas untuk memastikan bahwa pejabat publik menjalankan tugasnya sesuai dengan sumpah dan janji mereka.

Penyalahgunaan kewenangan politik adalah masalah serius yang memerlukan perhatian dari semua pihak, termasuk masyarakat yang memiliki hak untuk mengawasi dan menuntut akuntabilitas pejabat publik. Diharapkan bahwa seluruh elemen pemerintahan menjadikan amanat dan sumpah jabatan sebagai pedoman utama dalam melayani rakyat, sesuai dengan amanat peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sebab, pada akhirnya, politik harus menjadi alat untuk membawa kesejahteraan, bukan menjadi jalan bagi pejabat untuk mengumpulkan kekayaan atau melanggengkan kekuasaan.