SUMENEP, Suarademokrasi – Di tengah arus deras globalisasi dan tantangan modernitas yang kian kompleks, hukum tetap menjadi tiang utama dalam menjaga tatanan sosial, politik, dan ekonomi suatu bangsa. Namun, ketika hukum mulai kehilangan wibawa karena penyalahgunaan kekuasaan dan lemahnya penegakan keadilan, maka tanggung jawab moral para Sarjana Hukum menjadi semakin besar untuk mengembalikan marwah hukum sebagai panglima tertinggi dalam kehidupan bernegara.
Momentum Rapat Terbuka Senat Wisuda Magister dan Sarjana Universitas Wiraraja Sumenep, Rabu (29/10/2025), menjadi refleksi penting bagi para lulusan hukum. Di hadapan para wisudawan, civitas akademika menegaskan bahwa gelar sarjana bukanlah akhir dari perjalanan intelektual, melainkan awal dari tanggung jawab panjang untuk menegakkan keadilan dengan berlandaskan ilmu dan nurani.
Pesan moral yang menggema dalam prosesi wisuda 2025 tersebut mengingatkan bahwa gelar Sarjana Hukum bukan sekadar simbol akademik, tetapi juga amanah sosial untuk menjaga tegaknya nilai-nilai kebenaran. Hukum harus menjadi pembela kaum lemah, bukan alat bagi segelintir pihak yang berkepentingan. Dalam konteks negara hukum (rechtstaat), seluruh penyelenggara pemerintahan wajib tunduk pada supremasi hukum, bukan pada kekuasaan.
Baca Juga: Melalui Ujian Sidang Skripsi Unija Sumenep Cetak Sarjana Unggul
Namun, realitas sosial hari ini menunjukkan bahwa cita-cita tersebut masih jauh dari sempurna. Praktik korupsi, penyalahgunaan wewenang, serta lemahnya penegakan hukum masih menjadi potret buram sistem hukum di Indonesia. Situasi ini menuntut keberanian intelektual dan moral dari setiap lulusan hukum untuk tidak larut dalam sistem yang rusak, melainkan menjadi agen perubahan yang menegakkan keadilan secara substantif.
“Gelar Sarjana Hukum bukanlah akhir perjuangan, melainkan awal tanggung jawab untuk menegakkan keadilan dengan ilmu dan hati nurani,” pesan ini yang menjadi salah satu pesan moral bagi lulusan akademisi Universitas Wiraraja yang digemakan didalam suasana upacara Rapat Terbuka Senat Wisuda 2025.
Ungkapan tersebut menegaskan bahwa keilmuan hukum harus dihidupkan dalam tindakan nyata. Teori dan norma hukum tidak akan bermakna tanpa keberanian untuk membela kebenaran. Sarjana hukum sejati adalah mereka yang menjadikan hukum sebagai jalan perjuangan moral, bukan sekadar alat mencari kedudukan.
Dalam dunia profesi hukum, baik sebagai advokat, jaksa, hakim, maupun akademisi, integritas merupakan benteng terakhir dari keadilan. Hukum tidak boleh dimanipulasi demi kepentingan ekonomi atau politik, melainkan harus menjadi instrumen untuk membebaskan masyarakat dari penindasan. Oleh karena itu, setiap lulusan hukum harus memiliki kesadaran bahwa tanggung jawab mereka tidak berhenti di balik toga, tetapi berlanjut di tengah kehidupan sosial.
Hukum sejatinya tidak hanya sekumpulan pasal-pasal dalam undang-undang, melainkan juga nilai etis yang hidup di masyarakat. Keseimbangan antara aspek normatif dan moralitas hukum menjadi kunci agar hukum tidak kehilangan ruh kemanusiaannya. Seorang sarjana hukum harus mampu menegakkan keadilan yang berlandaskan empati dan keberpihakan pada rakyat kecil.
“Menjadi Sarjana Hukum bukan sekadar memiliki gelar, tapi memikul amanah untuk memanfaatkan ilmu demi membela kebenaran dan mereka yang lemah.” Kalimat ini menggambarkan esensi dari profesi hukum yang sesungguhnya—yakni panggilan hati nurani untuk mengabdi, bukan untuk menguasai. Gelar hanyalah bentuk pengakuan formal, tetapi pengabdian kepada keadilan adalah bukti nyata dari profesionalisme hukum yang sejati.
Tantangan bagi generasi baru Sarjana Hukum semakin besar ketika melihat masih maraknya pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pihak oknum berwenang. Hukum sering kali tumpul ke atas namun tajam ke bawah. Dalam kondisi seperti ini, keberanian moral dan keteguhan prinsip menjadi benteng bagi para lulusan hukum untuk menolak segala bentuk kompromi terhadap keadilan.
Universitas Wiraraja melalui kegiatan wisuda ini menegaskan peran strategis pendidikan hukum sebagai agent of change bagi kehidupan bangsa. Perguruan tinggi bukan hanya mencetak ahli hukum, tetapi juga menanamkan nilai-nilai etik dan integritas agar para lulusan mampu menjadi penjaga nurani hukum di tengah masyarakat.
Sebagai penutup, kami wisudawan menyampaikan ucapan terima kasih kepada orang tua, dosen, dan seluruh pihak yang telah mendukung proses panjang perjalanan akademik kami. Namun di balik rasa syukur itu tersimpan kesadaran bahwa gelar yang disematkan hari ini adalah awal dari perjalanan pengabdian yang sesungguhnya.
Karena sejatinya, Sarjana Hukum bukan sekadar lulusan fakultas, tetapi penjaga nurani bangsa yang dituntut untuk menegakkan hukum demi keadilan dan kemanusiaan. Gelar hanyalah awal, sedangkan perjuangan menegakkan keadilan akan terus menjadi amanah abadi.














