SUMENEP Suarademokrasi – Debat Publik Pertama Calon Bupati dan Wakil Bupati Sumenep untuk Pilkada 2024 yang diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumenep di aula Universitas Bahaudin Mudhary (Uniba) Sumenep, Sabtu malam, 26 Oktober 2024, melarang media atau wartawan yang tidak mendapatkan undangan untuk meliput kegiatannya.
Hal itu menimbulkan kontroversi, pesta demokrasi itu untuk siapa?. Acara yang dibiayai dari dana pajak masyarakat ini justru tampak tertutup, dengan akses hanya bagi tamu undangan saja, sehingga menghalangi jurnalis untuk melakukan peliputan.
Debat yang merupakan kesempatan penting bagi masyarakat untuk mengenal para calon pemimpin mereka seharusnya transparan dan dapat diliput luas oleh media. Namun, Maimun, wartawan Suara Demokrasi ini dan anggota Persatuan Jurnalis Indonesia (PJI) Sumenep, tidak diizinkan masuk oleh petugas yang menjaga, meskipun dirinya telah menyampaikan identitasnya sebagai jurnalis.
Baca Juga: Bawaslu Menggelar Diskusi Pengawasan Menuju Pilkada Sumenep Berkualitas
Panitia yang bertugas beralasan bahwa ia tidak memiliki undangan resmi, sehingga melarangnya untuk menyaksikan dan meliput acara yang berfungsi penting bagi demokrasi di Sumenep.
Pelaksanaan Pilkada Sumenep 2024 ini dinilai banyak kejanggalan, terkesan Pilkada Sumenep 2024 hanya untuk orang-orang tertentu saja. Sebelumnya, pendataan Hak suara dan sosialisasi tentang Pilkada Sumenep 2024 ini tidak melibatkan pihak RT, sehingga data hak suara yang telah ditetapkan sangat diragukan.
Sebelumnya hal itu sudah dilaporkan kepada pihak Bawaslu Sumenep dan KPU Sumenep, tapi tidak ada respon baik untuk melakukan verifikasi dan kordinasi kepada pihak RT yang begitu tau betul tentang kondisi dan jumlah warga yang berhak menjadi pemilih nantinya pada Pilkada Sumenep 2024.
Pers memiliki peran penting dalam demokrasi sebagai pengawas sosial dan sumber informasi yang obyektif dan transparan untuk publik. Melarang akses wartawan dalam acara publik seperti debat Pilkada bukan hanya merugikan media tetapi juga menghambat hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang lengkap dan akurat.
Seharusnya pihak KPU Sumenep dan panitia penyelenggara Debat Publik mengerti tentang landasan hukum perlindungan kebebasan Pers. Perlindungan terhadap tugas jurnalistik dan hak masyarakat atas informasi diatur dalam beberapa regulasi:
1. Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, Pasal 4 UU Pers menjamin kebebasan pers sebagai hak asasi yang tidak boleh dikenakan pelarangan atau penyensoran. Pasal 8 menegaskan bahwa wartawan mendapatkan perlindungan hukum saat menjalankan tugasnya. Larangan liputan itu dapat dianggap sebagai pelanggaran terhadap hak pers yang dijamin oleh undang-undang.
2. Kode Etik Jurnalistik
Kode etik ini mengamanatkan bahwa jurnalis berhak memperoleh akses informasi, terutama yang berdampak pada kepentingan umum, secara adil dan bertanggung jawab. Melarang wartawan meliput debat publik bertentangan dengan prinsip ini dan mencederai transparansi proses demokrasi.
3. Peraturan KPU No. 10 Tahun 2024 tentang Kampanye Pemilihan
KPU sebagai penyelenggara pemilu wajib memastikan keterbukaan informasi dalam proses pemilihan, termasuk dalam debat publik. Keterbatasan akses media dalam acara tersebut dapat dianggap melanggar prinsip keterbukaan yang diatur dalam regulasi pemilu.
Larangan media untuk meliput kegiatan debat publik ini menuai protes dari pihak Persatuan Jurnalis Indonesia (PJI) melihat pembatasan ini sebagai bentuk pelanggaran hak pers. Persatuan Jurnalis Indonesia (PJI) Sumenep mendesak agar KPU Sumenep memberikan klarifikasi terkait keputusan ini dan menegaskan bahwa pers adalah bagian dari empat pilar demokrasi yang tidak boleh dibungkam.
Larangan peliputan dalam debat Pilkada yang melibatkan kepentingan publik dan dibiayai dari dana pajak masyarakat menunjukkan kurangnya keterbukaan dalam penyelenggaraan Pilkada nantinya. Untuk menjamin hak publik atas informasi, KPU diharapkan menjadikan setiap kegiatan yang terkait proses demokrasi terbuka bagi pers, bukan hanya bagi kalangan tertentu yang mendapatkan undangan saja.
Pembatasan seperti ini, jika tidak diatasi, dapat menjadi insiden yang akan mencoreng prinsip demokrasi dan menciptakan ketidakpercayaan publik terhadap penyelenggara pemilu nantinya.
Nurussamsi bagian Logistik KPU Sumenep saat dikonfirmasi media diruang kerjanya, Senin 28 Oktober 2024, menanggapi bahwa kegiatan tersebut sudah diserahkan sepenuhnya tanggung jawab kepada divisi yang membidangi, emang hal itu banyak pihak mengeluh yang disampaikan.
“Informasi yang tidak bisa masuk bukan cuma dari media tapi dari pihak Kesbangpol sendiri tidak diperbolehkan masuk oleh pihak kepolisian karena tidak memiliki edikat. Hal itu akan menjadi evaluasi kami untuk kegiatan berikutnya,” jawab Nurussamsi kepada media.
Terkait mekanisme pendataan hak suara, Nurussamsi menegaskan seharusnya melibatkan semua unsur elemen masyarakat khususnya pihak RT dalam melakukan verifikasi ulang terhadap data yang diperoleh dari kementerian, apakah ada yang meninggal, pindah mau pemilik hak suara baru.
“Biar nanti kami akan melakukan kordinasi dengan pihak petugas di desa untuk mengecek dan melakukan kordinasi dengan pihak RT,” tutupnya.