SUMENEP, Suarademokrasi – Dalam upaya mewujudkan sumber daya manusia yang unggul, inovatif, berintegritas, dan berdaya saing menuju Indonesia Emas 2045, pemerintah Indonesia menerapkan program wajib belajar 12 tahun secara gratis, hingga anggaran pendidikan mencapai Rp660,8 Triliun atau 20% APBN di tahun 2024, tapi pungutan di sekolah berbagai modus masih marak dilakukan.
Dilansir dari PUSLAPDIK Kemendikbudristek menerangkan, bahwa untuk mendukung program wajib belajar 12 tahun dari pemerintah telah menggelontorkan anggaran pendidikan yang sangat besar, mencapai Rp660,8 triliun atau 20 persen dari APBN 2024. Anggaran ini terdiri dari alokasi belanja pemerintah pusat sebesar Rp237,3 triliun, Transfer ke Daerah Rp346,6 triliun, dan pembiayaan investasi Rp77,0 triliun. Anggaran tersebut meningkat dibandingkan tahun 2023 yang mencapai Rp612,2 triliun.
Tujuan pemerintah dalam menjalankan program Wajib Belajar 12 Tahun merupakan upaya untuk memberikan hak pendidikan bagi masyarakat. Program ini ditetapkan dalam Permendikbud Nomor 19 Tahun 2016 tentang Program Indonesia Pintar.
Baca Juga: Larangan Pungutan Dan Penjualan Seragam Di Sekolah Sesuai Peraturan Perundang-undangan
1. Meningkatkan Akses Pendidikan: Memastikan setiap anak Indonesia mendapatkan akses pendidikan dasar dan menengah tanpa terkendala biaya.
2. Meningkatkan Kualitas Pendidikan: Meningkatkan kompetensi dan daya saing generasi muda melalui pendidikan yang berkualitas.
3. Mengentaskan Kemiskinan: Pendidikan yang baik diharapkan membuka peluang ekonomi yang lebih baik bagi generasi mendatang.
4. Mengembangkan Karakter dan Keterampilan: Membentuk karakter dan keterampilan yang diperlukan di dunia kerja dan kehidupan sosial.
Tapi fakta di lapangan dari tingkat SD, SMP dan SMA sederajat masih banyak ditemukan melakukan dugaan pungutan di satuan pendidikan. Meski anggaran besar telah dialokasikan untuk dunia pendidikan oleh pemerintah, praktik pungutan di sekolah-sekolah masih marak dengan berbagai modus seperti:
a. Pungutan yang dilakukan pihak sekolah kepada siswa baru berupa, penjualan paket seragam dengan modus melalui koperasi sekolah,
b. Sekolah mewajibkan siswa baru untuk membeli kalender dan atribut sekolah, sebagai persyaratan daftar ulang,
c. Buku LKS dijual kepada siswa meskipun telah ada aturan yang melarangnya.
e. Uang Pengembangan Sarana Pendidikan: Pungutan ini sering dibebankan kepada siswa dengan dalih pengembangan fasilitas sekolah.
e. Uang Foto dan Fotokopi: Biaya yang seharusnya tidak dibebankan kepada siswa.
f. Uang Kebutuhan Siswa: Berbagai pungutan untuk kebutuhan yang tidak jelas dan tidak transparan.
g. Uang Komite: Dikenakan secara wajib dan mengikat kepada siswa/orang tua siswa.
Sedangkan berbagai regulasi hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sudah jelas melarang pihak sekolah melakukan pungutan yang membebankan siswa/orang tua/wali murid, peraturan perundang-undangan tersebut diantaranya:
1. Permendikbud No. 44 Tahun 2012: Mengatur tentang pungutan dan sumbangan biaya pendidikan pada satuan pendidikan dasar. Pungutan yang bersifat wajib dan mengikat dilarang kecuali dalam kondisi tertentu yang diatur secara ketat.
2. Permendikbud No. 75 Tahun 2016: Mengatur tentang Komite Sekolah yang melarang komite untuk melakukan pungutan yang bersifat wajib. Komite hanya diperbolehkan menggalang dana dalam bentuk sumbangan atau bantuan yang bersifat sukarela.
3. Peraturan Presiden No. 87 Tahun 2016: Membentuk Satgas Saber Pungli untuk memberantas praktik pungutan liar di berbagai sektor, termasuk pendidikan.
4. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi: Pasal 12 E menyebutkan ancaman hukuman bagi pelaku pungli dengan hukuman penjara minimal empat tahun dan maksimal 20 tahun.
5. Pasal 368 KUHP: Mengatur tentang ancaman pidana bagi pelaku pemerasan, termasuk pungutan liar, dengan hukuman maksimal sembilan bulan penjara.
6. Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik: Pasal 54 hingga Pasal 58 mengatur sanksi administratif bagi pelaku pelanggaran maladministrasi, termasuk pungli.
Dari beberapa peraturan perundang-undangan tersebut sudah jelas ancaman dan sanksinya terhadap para pelaku, tapi tidak membuat pihak sekolah takut dan ragu untuk melakukan pemungutan terhadap murid/ orang tua/wali murid. Adanya Dewan Pendidikan, Pengawas Sekolah, dan Komite Sekolah yang ada terkesan hanya sebagai pelengkap saja.
Maka dari itu, diharapkan dapat Pemerintah dan pihak yang berwenang untuk terus memberantas praktik pungli di sektor pendidikan dengan beberapa langkah strategis:
-Melakukan pengawasan dan penindakan melalui Satgas Saber Pungli dan Inspektorat di tingkat daerah dan pusat.
– Melakukan Sosialisasi dan Edukasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dan aparatur sekolah mengenai regulasi yang berlaku.
– Mendorong sekolah untuk melakukan transparan dalam penggunaan anggaran BOS dan menghindari praktik pungutan yang tidak sesuai dengan aturan.
Dengan kerjasama yang baik antara pemerintah, sekolah, dan masyarakat, diharapkan lingkungan pendidikan di Indonesia menjadi lebih bersih dan bebas dari praktik pungutan liar, sehingga tujuan menciptakan sumber daya manusia yang unggul, inovatif, berintegritas, dan berdaya saing dapat terwujud.