SUMENEP, Suarademokrasi – Status tahanan kota yang diberikan kepada Taufik, terdakwa dalam kasus pengancaman serius terhadap Moh. Zaini, memicu kekhawatiran dan keresahan publik. Meskipun bukti ancaman berupa video yang menunjukkan terdakwa memiliki celurit, pisau, dan benda menyerupai pistol, serta mengucapkan ujaran provokatif seperti “carok” dan hinaan “anjing” kepada korban, Taufik hingga kini hanya dikenakan status tahanan kota sejak April 2025.
Adanya ancaman yang dilakukan oleh terdakwa menimbulkan sara ketakutan mendalam oleh korban, Moh. Zaini, yang menjadi penggugat dalam perkara ini. Sebagai korban Moh Zaini mengaku sangat trauma atas tindakan terdakwa yang juga telah menyerobot tanah milik korban atas hasil bagian warisan dari Orangtuanya, yang sudah bersertifikat sejak tahun 2015.
“Saya jarang keluar rumah sejak melihat adanya ancaman dalam video itu. Hanya pergi kerja saja, untuk mencari nafkah, selain kerja saya jarang keluar karena Taufik terus membuntuti saya dan takut,” ungkap Zaini usai gelar persidangan di Pengadilan Negeri Sumenep, Selasa (17/6/2025).
Baca Juga: Proses Laporan Pengancaman dengan Celurit & Pistol Banyak Kejanggalan
Sidang yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Andri Lesmana, SH., MH., ini telah memasuki agenda pemeriksaan saksi. Tiga saksi dihadirkan dari pihak Penuntut, termasuk Jazil Urrahman, Hayatun N., dan Ibno Wahid, yang menguatkan bahwa adanya ancaman terdakwa nyata dan dilakukan secara terbuka melalui unggahan enam video pada status WhatsApp dalam kondisi mengonsumsi sebotol minuman keras anggur merah.
Dalam kesaksiannya, Hayatun N. menegaskan bahwa terdakwa tampak memegang celurit, pisau, dan pistol dalam video tersebut yang ditaruh diatas kasur serta mengucapkan kata-kata kasar dan mengajak carok kepada korban dan terdakwa yang masih mentantu ponakan melontar perkataan anjing kepada Zaini.
“Ancaman itu jelas. Terdakwa sambil pamer tato dan meminum miras, lalu menghina korban dengan kata-kata tak pantas, seperti anjing,” katanya.
Sementara itu, Ibno Wahid menyampaikan dampak psikologis yang ditimbulkan terhadap korban. “Setelah video itu beredar, mertua saya menjadi pendiam dan takut beraktivitas di luar rumah,” ujarnya.
Perkara ini sendiri diawali dari sengketa tanah di Desa Andulang, Kecamatan Gapura. Tanah yang telah bersertifikat atas nama putri korban, Tartilatul Aini, sejak 2015, dibangun oleh terdakwa tanpa izin pemilik tanah. Tapi terdakwa justru merespons dengan sikap intimidasi, merekam video ancaman dengan pameran senjata tajam dan benda menyerupai pistol yang diduga milik terdakwa.
Dalam sidang, penasihat hukum terdakwa sempat menolak diputarnya video ancaman dengan dalih terdakwa tidak mengenakan pakaian di dalam video, sedangkan video ancaman tersebut di-posting sendiri oleh terdakwa pada profil WhatsAppnya. Namun, ketiga saksi telah memberikan kesaksian isi video tersebut di hadapan majelis hakim. Bahkan, terdakwa sendiri mengakui kebenaran kesaksian itu.
Disaat Penasehat hukum terdakwa berulang kali meminta majelis hakim untuk mendamaikan kedua belah pihak, Ketua Majelis Hakim menjawab dengan tegas bahwa restorative justice hanya dapat ditempuh jika kedua pihak sepakat.
“Majelis hanya memberikan nasihat. Jika tidak ada kesepakatan, perkara tetap dilanjutkan, hal itu tergantung terdakwa gimana upayanya untuk membujuk penggugat. Terdakwa berani berbuat harus berani bertanggung jawab,” ucap Hakim Andri Lesmana dengan tegas di dalam persidangan.
Yang menjadi sorotan, terdakwa hingga kini belum ditahan secara fisik. Padahal, Pasal 22 ayat (5) KUHAP menyebut masa tahanan kota hanya dihitung seperlima dari total masa tahanan, sehingga terdakwa berpotensi mendapatkan keringanan hukuman meski ancamannya sangat serius.
Sejumlah pihak menilai status tahanan kota tidak sejalan dengan semangat pemberantasan premanisme yang terus didengungkan oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. “Kasus ini dari awal banyak kejanggalan. Penyidik tidak menetapkan pasal kepemilikan sajam dan alat menyerupai Pistol, meskipun Barang bukti tersebut sudah diamankan petugas, sajam dan pistol tidak diusut tuntas, bahkan tidak dihadirkan di persidangan,” ujar salah satu pemerhati hukum di Sumenep.
Ia juga mempertanyakan komitmen aparat dalam menegakkan hukum secara objektif. “Seharusnya barang bukti ditunjukkan di depan sidang agar saksi dan korban bisa mengonfirmasi kesesuaian dengan video ancaman dan dugaan penyerobotan lahan kenapa tidak juga diusut, ada apa dengan penegakan hukum di Sumenep ini?” tanya beliau.
Sementara itu, korban menyatakan dengan tegas kasus ini tetap dilanjutkan dengan harapan dapat keadilan, dikarenakan terdakwa belum pernah permintaan maaf secara langsung kepada korban dan pihak keluarga korban telah dihina dengan perkataan Patek (anjing).
L“Saya merasa direndahkan dan tanah saya diserobot. Baru setelah masuk sidang, pengacaranya minta damai. Padahal dari awal Taufik tidak pernah menunjukkan penyesalannya dengan menghina saya,” ucap Zaini penuh kecewa.
Zaini menambahkan, sejak melapor ke Polsek pada Desember 2023, hanya pihak keluarga terdakwa yang datang memintanya mencabut laporan. “Tidak ada satupun yang menjamin keselamatan saya jika berdamai. Bahkan ketika istri saya minta ganti rugi atas tanah yang dibangun terdakwa, tidak ada yang menyanggupi,” tambahnya.
Sidang lanjutan dijadwalkan Selasa pekan depan dengan agenda mendengarkan keterangan ahli pidana dari pihak Jaksa Penuntut Umum.