SUMENEP – Suarademokrasi.id | Dalam sejarah mencatat bahwa Kalianget adalah Kota modern yang pertama didirikan di Pulau Garam Madura penuh dengan banyak sejarah.
Kota Tua Kalianget ini terletak di Desa Kalianget Timur Kecamatan Kalianget Kabupaten Sumenep ujung timur pulau garam Madura Jawa Timur, yang di bangun Pada masa penjajahan VOC dan Pemerintahan Hindia Belanda.
Kota Kalianget menjadi incaran bagi para penjajah terdahulu, dikarenakan letaknya yang sangat strategis dan dibangun dermaga pelabuhan Kalianget Sumenep tersibuk di selat Madura, karena menjadi penghubung antar Kepulauan dengan daratan dan juga direncanakan rute Kalianget Bali.
Baca juga:
- Ngopi Bareng Media dan Lembaga, Membahas Potensi Sumenep
- Rujak dhulit Di Kalianget Membuat Lidah Bergoyang, Butuh Perhatian Pemerintah
Kota Kalianget adalah penghasil Garam terbaik di Indonesia, yang letaknya berada di ujung timur bumi Sumekar memiliki banyak bangunan bersejarah peninggalan penjajah terdahulu, sangat cocok menjadi cagar budaya Kota Tua dan tempat wisata bagi wisatawan lokal dan luar, sering dikunjungi oleh pemuda-pemudi milenia untuk ber-selfie.
Perlu kita ketahui, didalam sejarah mencatat bahwa dermaga pelabuhan tertua di bumi Sumekar yang melambangkan kuda terbang adalah pelabuhan yang berada di Desa Kertasada Kecamatan Kalianget Kabupaten Sumenep.
Ketika Kota Kalianget jatuh ke tangan penjajah VOC pada tahun 1705, VOC mulai membangun sebuah benteng yang dinamakan LOJI KANTANG yang terletak di Desa Kalianget barat Kecamatan Kalianget Kabupaten Sumenep.
Namun pembuatan Benteng tersebut belum sempat terselesaikan dikarenakan posisinya yang kurang strategis, akhirnya pada tahun 1785 VOC pun membangun Benteng di daerah Kalimo’ok, dikarenakan lokasinya yang berada di dataran tinggi dari lingkungan sekitar.
Seiring dengan dibangunnya daerah pertahanan tersebut, orang Eropa mulai menyebar di daerah Marengan dan Pabean, yang terbukti dengan adanya model arsitektural bangunannya yang cenderung terpengaruh kebudayaan Indische. Sehingga kebudayaan Indische mulai berkembang pada abad 17-18 di Indonesia, khususnya di bumi Sumekar.
Dengan berjalannya waktu pada tahun 1899, kota Tua Kalianget yang dalam genggaman kongsi dagang VOC diambil alih oleh Pemerintahan Hindia Belanda, hingga dalam pengelolaan lahan Pegaraman pun yang ada di bumi Sumenep dikuasai, guna untuk memperkuat posisi ekonomi dan politik Pemerintah Hindia Belanda di Sumenep dan membangun Pabrik Garam Briket Modern yang pertama kali di Indonesia.
Dari itulah berbagai fasilitas pendukung industri tersebut dibangun seperti, fasilitas Listrik terbesar di jaman itu yang terpusat di Gedung Sentral/Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD), Gedung gerak, Taman merdeka, Benteng pengintaian kapal musuh, Lonceng, Menara air, Lapangan Tenis, Kolam renang, Gedung Bioskop, hingga pemukiman bagi pegawai dan karyawan mulai tersebar di kawasan ini.
Semua itu bukti bahwa Pemerintah Hindia Belanda dengan kuatnya memonopoli hasil garam yang ada di Pulau Garam Madura Jawa Timur.
Menurut keterangan dari sejarah dari Tadjul Arifien R, sebagai Ketua Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Sumenep, bahwa pembuatan gedung Pabrik Garam Briket Modern tersebut dikerjakan sejak tahun 1899 sampai dengan tahun 1916.
Dalam upaya membuat perkuatan Pemerintah Hindia Belanda dalam perekonomian dikala itu, untuk meningkatkan efisiensi industri garam dengan tuntutan zaman tersebut, ladang percontohan pembuatan garam dibangun di desa Nambakor tahun 1918 dan Gersik Putih tahun 1925.
Lahan pembuatan garam di jaman Pemerintah (Hindia Belanda) di perluas, dengan cara membeli paksa lahan milik rakyat di daerah Pinggirpapas sampai lahan garam tersebut terdapat di kabupaten Pamekasan dan Sampang.
Tadjul Arifien R juga menjelaskan bahwa pada tahun 1897, Pemerintah (Hindia Belanda) membangun jalan Kereta Api yang menghubungkan Kamal dan Kalianget. dengan tujuan untuk memperlancar transportasi darat. Kemudian (pada jaman Jepang) hanya jalur Kamal – Pamekasan yang dioperasikan untuk memperlancar arus lalu lintas pengangkutan hasil bumi Madura. Sedangkan yang dari Kalianget dibelokkan ke arah Pinggirpapas untuk pengangkutan garam. Semua pembangunan tersebut dikerjakan oleh rakyat secara paksa, sehingga rakyat Madura hanya mendapatkan tekanan dan siksaan dari penjajah tersebut.
Dengan adanya sisa-sisa bangunan sejarah model Eropa peninggalan penjajah tersebut yang berada di kota Tua Kalianget. Tadjul Arifien R Ketua TACB Sumenep, melakukan kajian dan penelitian ilmiah untuk dijadikan sebagai Cagar Budaya untuk Kota Tua Kalianget.
“Maka kami dari Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Sumenep, dari adanya bangunan bangunan tersebut menjadikannya sebagai Cagar Budaya peringkat Kabupaten. Kami melakukan kajian dan penelitian ilmiah untuk dijadikan rekomendasi kepada Yang terhormat Bapak Bupati Sumenep, agar ditetapkan menjadi Cagar Budaya”. Harapannya.