SUMENEP, Suarademokrasi – Persidangan kasus perkara dugaan intimidasi melalui video ancaman yang memperlihatkan senjata tajam dan alat menyerupai pistol, menggegerkan persidangan di PN Sumenep. Persidangan yang digelar, Rabu 2 Juli 2025, menghadirkan saksi ahli pidana dan terdakwa Taufik yang didampingi oleh dua orang kuasa hukumnya.
Dalam persidangan ini terjadi tanya jawab yang begitu serius antara pihak Penasehat Hukum (PH) terdakwa dengan Saksi ahli pidana terkait kewenangan penyidik yang menterjemahkan sendiri dari bahasa Madura ke bahasa Indonesia di dalam BAP tanpa didampingi oleh pihak ahli bahasa, sehingga menilai hukum formil yang dilakukan penyidik kepolisian dalam BAP sudah tidak benar secara hukum yang berlaku.
Dalam sidang itu terkesan hanyalah panggung sandiwara, karena tidak maksimal membahas perbuatan tindak pidana yang dilakukan terdakwa yang telah menghina dan mengancam dengan Sajam dan Alat Berupa Pistol yang dimiliki terdakwa untuk menakut-nakuti terhadap korban Moh. Zaini, serta dugaan penyerobotan lahan korban pun juga tidak diberatkan kepada perbuatan terdakwa.
Baca Juga: Proses Laporan Pengancaman dengan Celurit & Pistol Banyak Kejanggalan
Jadi biaya yang dikeluarkan oleh negara yang dipungut dari uang pajak rakyat untuk biaya sidang perkara akan terbuang sia-sia, bila tidak dilakukan secara maksimal dan prosedural untuk mewujudkan keadilan terhadap korban.
Sedangkan fakta di persidangan, Video ancaman dan penghinaan yang diunggah ke status WhatsApp oleh terdakwa, menampilkan senjata tajam berupa celurit dan pisau, serta sebuah alat berbentuk pistol adalah milik terdakwa tersebut dipergunakan untuk menakut-nakuti korban, yang tanahnya diserobot oleh terdakwa. Adanya video pengancaman itu membuat korban merasa terintimidasi secara psikis dan melaporkan peristiwa tersebut ke pihak berwajib guna memperoleh perlindungan hukum.
“Korban sudah menunjukkan rasa takut itu dengan membuat laporan kepolisi. Itu sudah menjadi indikator bahwa intimidasi berdampak nyata,” ujar saksi ahli pidana dalam sidang.
Pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU) bahkan memutar enam video bukti dalam persidangan. Video tersebut memperlihatkan terdakwa menggunakan senjata tajam dan satu alat menyerupai pistol, yang dinilai sebagai upaya intimidasi kepada korban melalui video yang direkam sendiri oleh terdakwa.
Dalam fakta persidangan, terdakwa Taufik mengakui bahwa video ancaman itu dibuat karena emosi. Ia merasa tersinggung atas ucapan terkait persoalan penyerobotan lahan yang terdakwa bangun untuk kamar mandi tanpa izin di atas lahan korban hasil pembagian warisan dari orang tuanya. Terdakwa bukan malah meminta maaf, tapi melakukan penghinaan dan Pengancaman.
“Saya sakit hati karena disebut menyerobot lahan dan tidak pamit. Tapi saya sudah minta maaf melalui keluarga,” ujar Taufik dalam sidang untuk pembelaan dirinya.
Ketua majelis hakim dalam persidangan menyampaikan pesan moral kepada terdakwa. “Manusia yang baik adalah yang mampu mengendalikan emosinya. Permintaan maaf kepada korban harus dilakukan, yang mudah itu harus hormat kepada yang tua, apalagi masih ada hubungan keluarga, tetapi proses hukum tetap berjalan.” Tegas ketua majelis Hakim dengan singkat.
Pernyataan terdakwa yang katanya sudah melakukan permintaan maaf tersebut dibantah oleh korban, yang disaksikan oleh saudara iparnya yang menjadi TNI, bahwa terdakwa tidak pernah meminta maaf kepada korban, justru terdakwa mendatangi rumah menantu korban untuk mencari Moh. Zain, sehingga membuat putri dan menantu Korban sangat ketekunan dan khawatir tentang keselamatan korban.
“Tidak pernah dia minta maaf kepada saya. Ini saksinya saudara saya yang mendampingi saya di Polsek! Hanya keluarganya saja yang datang,” tegas Zaini usai sidang.
Fakta menarik lainnya terungkap dalam persidangan. Barang bukti berupa senjata tajam dan alat berbentuk pistol tidak dicantumkan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dan tidak dihadirkan ke persidangan. Selain itu, pasal penyerobotan lahan yang diakui oleh terdakwa juga tidak disertakan dalam dakwaan.
Sidang perkara ini diharapkan ada pengawasan dari yang berwenang dengan melibatkan berbagai pihak, baik lembaga eksternal seperti Bawas MA-RI dan Komisi Yudisial (KY), maupun internal pengadilan itu sendiri.
Sidang akan dilanjutkan pada Selasa, 15 Juli 2025 di gedung DPRD Sumenep lama, karena gedung Pengadilan Negeri Sumenep akan dibongkar untuk renovasi. Agenda sidang selanjutnya adalah pemeriksaan dua saksi yang diajukan oleh pihak terdakwa. Penundaan sidang ini sangat menguntungkan terdakwa, karena status tahanan kota terhadap terdakwa semakin panjang.
Regulasi Hukum:
1. Kepemilikan Senjata Tajam dan Senjata Replika, UU Darurat No. 12 Tahun 1951, Pasal 1 ayat (1):
“Menguasai, membawa, atau mempergunakan senjata tajam dan senjata api tanpa izin dapat dihukum penjara seumur hidup atau maksimal 20 tahun.”
2. Ancaman atau Intimidasi, Pasal 335 ayat (1) ke-1 KUHP, “Memaksa seseorang dengan ancaman kekerasan dapat dipidana maksimal 1 tahun.”
3. Penyebaran Konten Ancaman melalui Media Elektronik, UU ITE No. 19 Tahun 2016
- Pasal 29: “Ancaman kekerasan melalui sistem elektronik dapat dikenakan pidana penjara maksimal 6 tahun dan/atau denda Rp1 miliar.”
- Pasal 27A (tambahan baru): “Mengatur mengenai penghinaan melalui media elektronik.”
Catatan Redaksi:
Kasus ini menjadi pengingat bahwa media sosial bukan tempat menyalurkan kemarahan secara sembarangan, apalagi melalui konten intimidasi yang dapat menimbulkan trauma psikis bagi orang lain.
Proses hukum seharusnya berjalan adil dan transparan, termasuk di tingkat penyidikan. Bila dari awal proses penyelidikan tidak dilakukan secara profesional, maka keadilan hukum yang diharapkan oleh korban bisa terabaikan.
Aparat penegak hukum diharapkan menegakkan hukum berdasarkan fakta dan bukti, bukan berdasarkan kelalaian dalam prosedur. Terutama dalam perkara seperti ini yang menyangkut keselamatan dan rasa aman warga negara.