SUMENEP, Suarademokrasi – Praktik dugaan penyelewengan distribusi Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi jenis solar di SPBU Kalianget di Kabupaten Sumenep terus dibiarkan terjadi. Senin, 14 Juli 2025, sekitar pukul 18.00 WIB, media mendapati aktivitas pengisian solar subsidi dalam jumlah besar ke jeriken warna kuning tersusun dua tingkat yang diangkut menggunakan mobil pickup di SPBU Kalianget secara terang-terangan.
Aktivitas tersebut dilakukan hanya bermodalkan ijin surat rekomendasi pembelian BBM atas nama beberapa nelayan. Namun temuan investigatif media sebelumnya menunjukkan bahwa pembelian tersebut bukan dilakukan oleh nelayan sendiri, melainkan dipergunakan oleh pelaku usaha (pengepul) dengan volume pembelian mencapai 20 ton dalam satu waktu pengiriman ke kepulauan. Berdasarkan berbagai informasi, Solar subsidi itu dijual kembali kepada perahu, kapal, bahkan pelaku industri dengan harga melebihi Harga Eceran Tertinggi (HET).
Secara hukum, pola distribusi BBM seperti ini diduga kuat melanggar Pasal 53 huruf b Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas), yang mengatur bahwa setiap orang yang menyalahgunakan pengangkutan dan/atau niaga BBM bersubsidi dapat dipidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp60 miliar.
Baca Juga: Mafia BBM Bersubsidi Marak Gunakan Rekom Nelayan
Selain itu, penggunaan surat rekomendasi nelayan oleh pelaku usaha bertentangan dengan:
- Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan dan Pendistribusian BBM;
- Keputusan Kepala BPH Migas No. 4/P3JBT/BPH MIGAS/KOM/2020 tentang teknis pemberian rekomendasi BBM;
- Peraturan Menteri ESDM Nomor 13 Tahun 2018.
Ketentuan tersebut menegaskan bahwa surat rekomendasi bersifat non-alihtangan dan hanya dapat digunakan oleh nelayan yang bersangkutan sesuai dengan kebutuhan aktual operasional melaut, bukan untuk dikomersialisasikan atau dijadikan tameng legalitas oleh pengepul atau mafia BBM. Tapi para APH yang digaji uang pajak rakyat membiarkan subsidi hak rakyat kecil dimanfaatkan para mafia BBM beserta antek-anteknya.
Dalam kasus ini, surat rekomendasi yang semestinya menjadi alat bantu distribusi yang tepat sasaran telah diselewengkan menjadi tameng legalisasi aktivitas ilegal. Berdasarkan investigasi media, sebelumnya pelaku usaha menggunakan surat rekomendasi atas nama beberapa nelayan untuk membeli BBM bersubsidi dalam jumlah besar, kemudian memindahkannya ke drum dan ditampung di kapal melalui pelabuhan TUKS Kalianget, tapi aparat yang berwenang diam.
Informasi yang disampaikan kepada redaksi menyebutkan bahwa BBM tersebut tidak dipergunakan sepenuhnya untuk nelayan, melainkan dijual kembali bahkan diduga dioplos dengan BBM non subsidi untuk disalurkan kepada sektor industri. Dua titik lokasi pengoplosan ditemukan ada di daerah Kabupaten Sumenep, yang berlokasi di area pinggiran sungai, yang satu sudah diproses hukum.
Pengaduan media kepada aparat penegak hukum (APH), khususnya Unit Satreskrim Polres Sumenep, tidak direspon dengan tindakan nyata. Kanit yang membidangi BBM, Okta, hanya menyatakan bahwa pihaknya telah mengecek ke anggotanya, bahwa pembelian BBM tersebut memiliki surat rekomendasi.
“Makasih informasinya. Akan kami tindak lanjuti ke anggota. Setelah saya telfon ke anggota, ada rekom,” ujar Okta kepada redaksi, Senin 14 Juli 2025.
Pernyataan ini memperjelas bahwa surat rekomendasi digunakan sebagai pembenaran mutlak oleh kepolisian, tanpa menyelidiki siapa pengguna sebenarnya, bagaimana pengangkutan dilakukan, serta apakah volume dan peruntukan BBM sudah sesuai. Padahal hukum menghendaki substansi penggunaan BBM subsidi, bukan sekadar formalitas surat.
Selain itu, penggunaan jeriken, mobil pickup, drum, dan kapal kayu sebagai alat angkut BBM subsidi melanggar ketentuan teknis pengangkutan. Berdasarkan regulasi migas dan aturan distribusi Pertamina, BBM bersubsidi hanya boleh disalurkan:
- Oleh lembaga penyalur resmi (SPBU/agen);
- Dengan kendaraan angkut yang memiliki izin dan standar keamanan;
- Kepada penerima manfaat berdasarkan kuota dan peruntukan resmi.
Pembiaran penjualan BBM subsidi pada jerigen dalam jumlah besar, masyarakat nelayan dan pengguna kecil, serta pengendara justru menjadi korban utama. Mereka akan kesulitan mendapatkan solar subsidi karena stok telah dikuasai oleh jaringan pengepul. Akibatnya, nelayan dan pengendara di kepulauan terpaksa membeli BBM dengan harga jauh di atas HET kepada pengencer.
Diamnya pihak-pihak yang digaji uang rakyat seperti kepolisian, DPRD, dan pejabat eksekutif daerah menunjukkan bahwa sistem pengawasan di Sumenep diduga telah dikompromikan. Maka dari itu, intimidasi dan pembungkaman akan selalu mengancam Aktivis, Media, dan LSM yang berupaya mengungkap kasus-kasus seperti ini.
Negara dituntut harus hadir untuk membela dan melindungi hak rakyat, berantas para mafia BBM berserta antek-anteknya yang telah merampas subsidi hak rakyat kecil. Rakyat sudah berkontribusi kepada negara dan bangsa ini melalui pajak rakyat yang dijadikan gaji para pejabat dan APH.
Kasus SPBU Kalianget menjadi preseden buruk lemahnya penegakan hukum migas di daerah. Selain perlu penindakan pidana terhadap pelaku penyalahgunaan, perlu dilakukan:
- Evaluasi menyeluruh terhadap praktik distribusi surat rekomendasi yang dikeluarkan dinas terkait, karena Rekom hanya dijadikan alat untuk melancarkan modusnya.
- Audit terhadap SPBU yang selalu melanggar;
- Sanksi administratif berupa pencabutan izin SPBU jika terbukti menyalahgunakan penyaluran BBM subsidi;
- Peningkatan transparansi data distribusi BBM dari Pertamina dan dinas teknis.
Jika praktik ini dibiarkan terus, maka mafia solar bersubsidi akan terus menjadi penguasa pasar energi lokal, bersembunyi di balik legalitas surat rekomendasi milik nelayan dan kelengahan hukum.
Karena itu semua, melalui pemberitaan ini menyerukan kepada masyarakat sipil untuk terus mengawal keadilan energi di Sumenep dan daerah lainnya. Keadilan sosial tidak akan terwujud tanpa keberanian rakyat untuk melawan korupsi dan pembiaran sistem hukum yang tidak berpihak pada rakyat kecil. Mesti dunia mau runtuh, kebenaran ini harus terus disuarakan, di negara luar berperan dengan negara lain, di Indonesia Rakyat masih berperang melawan korupsi dan ketidak Adilan.














