SUMENEP – Suarademokrasi.id | Ditengah rakyat Indonesia dalam proses pemulihan ekonomi akibat adanya pandemi Covid-19, Kini Pemerintah Pusat melakukan perubahan harga BBM. Dengan naiknya harga BBM ini, PMII menilai Pemerintah tidak perikemanusiaan.
Oleh karena itu, di seluruh wilayah Indonesia sejumlah Mahasiswa dan elemen masyarakat melakukan aksi protes hingga aksi turun jalan untuk melakukan demonstrasi atas pihak pemerintah yang dinilai sudah tidak lagi peduli dengan kondisi rakyatnya.
Kali ini, sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam organisasi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kabupaten Sumenep, yang merupakan organisasi gerakan mahasiswa yang lahir dari organisasi kemasyarakatan Islam melakukan demonstrasi didepan kantor DPRD Kabupaten Sumenep untuk memperjuangkan masyarakat Sumenep, Kamis 08 September 2022.
Baca juga:
- Himbauan Larangan Pengguna BBM Bersubsidi Untuk Kendaraan Mewah
- Pesan Ketua DPRD Kabupaten Sumenep Kepada Pemerintah Adanya Kenaikan Harga BBM
Dalam Press release PMII menjelaskan bahwa, Presiden Joko widodo secara resmi telah memutuskan kebijakan menaikkan bahan bakar minyak (BBM), pada Sabtu Tanggal 03 September 2022 tepat ditengah-tengah kondisi ekonomi masyarakat mencekik yang belum sembuh dari bencana yang mengerikan Covid-19.
Sejatinya jika kebijakan kenaikan harga BBM tampa ada evaluasi/pertimbangan yang logis memihak kepada stabilitas ekonomi masyarakat maka sangat jelas hal yang dilakukan pemerintah sangat tidak perikemanusiaan.
Adapun harga Bahan Bakar Minyak terbaru saat ini yakni: Pertalite Dari Rp. 7.650p Per liter Menjadi Rp. 10.000 Per Liter; Solar dari Rp. 5.150 Per Liter Menjadi Rp. 6.800 Per Liter; dan Pertamax dari Rp. 12.500 menjadi Rp. 14.500 Per Liter.
Alasan pemerintah menaikkan harga bbm ini disinyalir akibat penyaluran subsidi dan kompensasi energi (BBM, LPG, dan Listrik) dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang tertuang pada Perpres No. 98 tahun 2022 dinilai tidak tepat sasaran.
Penilaian Pemerintah sekitar 70% penggunaan BBM bersubsidi dinikmati oleh masyarakat menengah keatas. Kebijakan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) pun di akibatkan oleh akumulasi kenaikan subsidi energi naik tiga kali lipat dari Rp. 145,5 triliun menjadi Rp. 502,4 triliun untuk 2022 dengan perincian sebagai berikut.
Subsidi BBM dan LPG dari Rp. 77,5 triliun menjadi Rp. 149,4 triliun; subsidi listrik dari Rp. 56,5 triliun ke Rp. 59,6 triliun; Kompensasi BBM dari Rp. 18,5 triliun ke Rp. 252,5 triliun; dan Kompensasi listrik dari Rp. 0 ke Rp. 41triliun.
Sehingga pemerintah berencana merelokasikan sebagian anggaran subsidi energi ke bansos bagi masyarakat, yaitu bantuan langsung tunai (BLT) dan bantuan subsidi upah (BSU) dengan total keseluruhan Rp. 24,17 triliun dengan rincian, Rp.12,4 triliun untuk 20,65 juta keluarga kurang mampu sebesar Rp. 150.000 perbulan; Rp. 9,6 triliun untuk 16 juta pekerja dengan gaji maksimum Rp. 3,5 juta perbulan diberikan Rp. 600.000; Rp. 2,17 triliun untuk bantuan angkutan umum, ojek online dan nelayan.
Kendati kalkulasi perhitungan pemerintah sendiri berdasarkan harga minyak mentah atau Indonesian Crude Price (ICP) berada pada rata-rata di angka US$ 97 dalam kata lain masih tinggi ditengah harga minyak dunia beberapa waktu lalu melanda, tentu tidak rasional dan tidak dibenarkan apabila mengorbankan masyarakat kecil.
Kondisi ini akan memicu kenaikan harga komoditas seperti bahan pangan dan jasa nantinya. Sehingga dapat dipastikan Negara sedang dibayangi ancaman inflasi dan menggerus daya beli masyarakat. Dan ini akan semakin membuat masyarakat semakin menjerit dan kesulitan keluar dari dampak kebijakan pemerintah Nasional.
Oleh karena itu kami menuntut adanya sikap tegas dari DPRD Kabupaten Sumenep tentang penolakan kebijakan Kenaikan harga bahan bakar minyak Nasional, Mengingat sebagian besar Masyarakat Sumenep Mata Pencariannya pada sektor maritim (Nelayan) dan Agraris (Petani), dampak ini juga tidak hanya dirasakan oleh satu elemen saja namun juga berdampak kepada penggerak angkutan umum dan jasa serta petani.
Maka dari itu DPRD Kabupaten Sumenep dari Pimpinan sampai kepada keseluruhan ketua-ketua fraksi wajib menampung aspirasi masyarakat Sumenep dan menyatakan sikap menolak kepada kebijakan nasional tentang kenaikan BBM.
Penolakan yang di lakukan oleh DPRD dan PMII Kabupaten Sumenep adalah sikap tegas keberpihakan kepada rakyat kecil yang terdampak signifikan dari kebijakan tersebut. Disisi lain selama kebijakan ini belum di cabut maka peranan pemerintah daerah Kabupaten Sumenep sangat di harapkan oleh masyarakat menengah kebawah (Nelayan, petani, Angkutan umum dan jasa).
Dengan mensubsidi melalui kekuatan APBD daerah Kabupaten Sumenep. Berdasar pada Sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari BUMD dimana Sumenep memiliki 5 Badan Usaha Milik Daerah salah satunya bergerak di Usaha Jual Beli SPBU, pada tahun 2020 telah mampu menyetorkan kepada Daerah sesuai dengan target Pemerintah Daerah Kabupaten Sumenep.
Disi lain ada tiga perusahaan Migas yang beroperasi di area Kabupaten Sumenep, sekalipun secara zonasi tidak semua berada letak geografis Kabupaten Sumenep. Ke tiga K3S selain memiliki tanggung jawab sosial (CSR) kepada Pemerintah Kabupaten Sumenep, pun juga mengelola PI dan DBH migas dan beberapa Sumber Pendapatan Daerah yang lainnya.
Maka dari itu, Pemerintah Daerah tidak memiliki alasan untuk tidak mengalokasikan anggaran untuk mengantisipasi kesulitan masyarakat di Kabupaten Sumenep akibat kebijakan nasional ini.
Solusi PMII Untuk Negara:
DPRD Kabupaten Sumenep wajib mengusulkan pencabutan kenaikan harga bahan bakar minyak Nasional. Pemerintah Kabupaten Sumenep wajib mengcover subsidi BBM bagi masyarakat menengah kebawah khususnya angkutan dan jasa, nelayan dan petani melalui APBD kabupaten sumenep, harus tepat sasaran.
Komandan Perang membela Rakyat adalah Abdul. Mahmud.